KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan tugas ini dapat diselesaikan.
Tugas ini disusun untuk diajukan sebagai tugas mata kuliah Biokimia dengan judul Enzim di Universitas Islam Riau
Terima kasih disampaikan kepada Bapak selaku dosen mata kuliah Biokimia yang telah membimbing dan memberikan kuliah demi lancarnya tugas ini.
Demikianlah tugas ini disusun semoga bermanfaat, agar dapat memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Agribisnis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Beberapa jenis molekul dapat mempengaruhi aktivitas enzim. Aktivitas dari enzim dapat dipengaruhi oleh beberapa jenis molekul, salah satunya adalah inhibitor. Inhibitor merupakan suatu senyawa yang dapat menghambat atau menurunkan laju reaksi yang dikatalisis oleh enzim. Inhibitor irreversibel atau tidak dapat balik, dimana setelah inhibitor mengikat enzim, inhibitor tidak dapat dipisahkan dari sisi aktif enzim. Keadaan ini menyebabkan enzim tidak dapat mengikat substrat atau inhibitor merusak beberapa komponen (gugus fungsi) pada sisi katalitik molekul enzim. Sedangakan nhibitor reversibel atau dapat balik, bekerja dengan mengikat sisi aktif enzim melalui reaksi reversibel dan inhibitor ini dapat dipisahkan atau dilepaskan kembali dari ikatannya. Inhibitor dapat balik terdiri dari tiga jenis, yaitu inhibitor yang bekerja secara kompetitif, non-kompetitif, dan un-kompetitif.
Sehingga dilakukan percobaan pengaruh inhibitor terhadap aktivitas enzim dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh inhibitor terhadap aktivitas enzim. Dimana dalam percobaan pengaruh inhibitor terhadap aktivitas enzim ini, digunakan inhibitor kompetitif yaitu malonat. Dalam hal ini malonat yang menginhibisi reaksi yang dikatalisis oleh enzim suksinat dehidrogenase.
B. Rumusan Masalah
1. Sifat-Sifat Enzim
2. Klasifikasi Enzim
3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Enzim
4. Cara Kerja Enzim
5. Katalosator Enzim
6. Sifat mengatur sendiri dari Enzim
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sifat-Sifat Enzim
- Enzim adalah Protein
Sebagai protein enzim memiliki sifat seperti protein, yaitu sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, seperti suhu, pH, konsentrasi substrat). Jika lingkungannya tidak sesuai, maka enzim akan rusak atau tidak dapat bekerja dengan baik. - Bekerja secara khusus/spesifik
Setiap enzim memiliki sisi aktif yang sesuai hanya dengan satu jenis substrat, artinya setiap enzim hanya dapat bekerja pada satu substrat yang cocok dengan sisi aktifnya. - Berfungsi sebagai katalis
Meningkatkan kecepatan reaksi kimia tanpa merubah produk yang diharapkan tanpa ikut bereaksi dengan substratnya, dengan demikian energi yang dibutuhkan untuk menguraikan suatu substrat menjadi lebih sedikit. - Diperlukan dalam jumlah sedikit
Reaksi enzimatis dalam metabolisme hanya membutuhkan sedikit sekali enzim untuk setiap kali reaksi. - Bekerja bolak-balik
Enzim tidak mempengaruhi arah reaksi, sehingga dapat bekerja dua arah (bolak-balik). Artinya enzim dapat menguraikan substrat menjadi senyawa sederhana, dan sebaliknya enzim juga dapat menyusun senyawa-senyawa menjadi senyawa tertentu.
B. Klasifikasi Enzim
Enzim dapat digolongkan berdasarkan tempat bekerjanya, substrat yang dikatalisis, daya katalisisnya, dan cara terbentuknya.
1. Penggolongan enzim berdasarkan tempat bekerjanya
A. Endoenzim
Endoenzim disebut juga enzim intraseluler, yaitu enzim yang bekerjanya di dalam sel. Umumnya merupakan enzim yang digunakan untuk proses sintesis di dalamsel dan untuk pembentukan energi (ATP) yang berguna untuk proses kehidupan sel,misal dalam proses respirasi.
B. Eksoenzim
Eksoenzim disebut juga enzim ekstraseluler, yaitu enzim yang bekerjanya di luar sel. Umumnya berfungsi untuk “mencernakan” substrat secara hidrolisis, untuk dijadikan molekul yang lebih sederhana dengan BM lebih rendah sehingga dapat masuk melewati membran sel. Energi yang dibebaskan pada reaksi pemecahan substrat di luar sel tidak digunakan dalam proses kehidupan sel.
2. Penggolongan enzim berdasarkan daya katalisis
A. Oksidoreduktase
Enzim ini mengkatalisis reaksi oksidasi-reduksi, yang merupakan pemindahan elektron, hidrogen atau oksigen. Sebagai contoh adalah enzim elektron transfer oksidase dan hidrogen peroksidase (katalase). Ada beberapa macam enzim electron transfer oksidase, yaitu enzim oksidase, oksigenase, hidroksilase dan dehidrogenase.
B. Transferase
Transferase mengkatalisis pemindahan gugusan molekul dari suatu molekul ke molekul yang lain. Sebagai contoh adalah beberapa enzim sebagai berikut:
- Transaminase adalah transferase yang memindahkan gugusan amina.
- Transfosforilase adalah transferase yang memindahkan gugusan fosfat.
- Transasilase adalah transferase yang memindahkan gugusan asil.
C. Hidrolase
Enzim ini mengkatalisis reaksi-reaksi hidrolisis, dengan contoh enzim adalah:
- Karboksilesterase adalah hidrolase yang menghidrolisis gugusan ester karboksil.
- Lipase adalah hidrolase yang menghidrolisis lemak (ester lipida).
- Peptidase adalah hidrolase yang menghidrolisis protein dan polipeptida.
D. Liase
Enzim ini berfungsi untuk mengkatalisis pengambilan atau penambahan gugusan dari suatu molekul tanpa melalui proses hidrolisis, sebagai contoh adalah:
- L malat hidroliase (fumarase) yaitu enzim yang mengkatalisis reaksi pengambilan air dari malat sehingga dihasilkan fumarat.
- Dekarboksiliase (dekarboksilase) yaitu enzim yang mengkatalisis reaksi pengambilan gugus karboksil.
E. Isomerase
Isomerase meliputi enzim-enzim yang mengkatalisis reaksi isomerisasi, yaitu:
- Rasemase, merubah l-alanin D-alanin
- Epimerase, merubah D-ribulosa-5-fosfat D-xylulosa-5-fosfat
- Cis-trans isomerase, merubah transmetinal cisrentolal
- Intramolekul ketol isomerase, merubah D-gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat
- Intramolekul transferase atau mutase, merubah metilmalonil-CoA suksinil-CoA
F. Ligase
Enzim ini mengkatalisis reaksi penggabungan 2 molekul dengan dibebaskannya molekul pirofosfat dari nukleosida trifosfat, sebagai contoh adalah enzim asetat=CoASH ligase yang mengkatalisis rekasi sebagai berikut:
Asetat + CoA-SH + ATP Asetil CoA + AMP + P-P
3. Enzim lain dengan tatanama berbeda
Ada beberapa enzim yang penamaannya tidak menurut cara di atas, misalnya enzim pepsin, triosin, dan sebagainya serta enzim yang termasuk enzim permease. Permease adalah enzim yang berperan dalam menentukan sifat selektif permiabel dari membran sel.
4. Penggolongan enzim berdasar cara terbentuknya
A. Enzim konstitutif
Di dalam sel terdapat enzim yang merupakan bagian dari susunan sel normal, sehingga enzim tersebut selalu ada umumnya dalam jumlah tetap pada sel hidup. Walaupun demikian ada enzim yang jumlahnya dipengaruhi kadar substratnya, misalnya enzim amilase. Sedangkan enzim-enzim yang berperan dalam proses respirasi jumlahnya tidak dipengaruhi oleh kadar substratnya.
B. Enzim adaptif
Perubahan lingkungan mikroba dapat menginduksi terbentuknya enzim tertentu. Induksi menyebabkan kecepatan sintesis suatu enzim dapat dirangsang sampai beberapa ribu kali. Enzim adaptif adalah enzim yang pembentukannya dirangsang oleh adanya substrat. Sebagai contoh adalah enzim beta galaktosidase yang dihasilkan oleh bakteri E.coli yang ditumbuhkan di dalam medium yang mengandung laktosa. Mulamula E. coli tidak dapat menggunakan laktosa sehingga awalnya tidak nampak adanya pertumbuhan (fase lag/fase adaptasi panjang) setelah beberapa waktu baru menampakkan pertumbuhan. Selama fase lag tersebut E. coli membentuk enzim beta galaktosidase yang digunakan untuk merombak laktosa.
Enzim diklasifikasikan berdasarkan tipe reaksi dan mekanisme reaksi yang dikatalisis. Pada awalnya hanya ada beberapa enzim yang dikenal, dan kebanyakan mengkatalisis reaksi hidrolisis ikatan kovalen. Semua enzim ini diidentifikasi dengan menambahkan akhiran –ase pada nama substansi atau substrat yang dihidrolisis. Contoh: lipase menghidrolisis lipid, amilase menghidrolisis amilum, protease menghidrolisis protein. Pemakaian penamaan tersebut terbukti tidak memadai karena banyak enzim mengkatalisis substrat yang sama tetapi dengan reaksi yang berbeda. Contohnya ada enzim yang megkatalisis reaksi reduksi terhadap fungsi alkohol gula dan ada pula yang mengkatalisis reaksi oksidasi pada substrat yang sama.
Sistem penamaan enzim sekarang tetap menggunakan –ase, namun ditambahkan pada jenis reaksi yang dikatalisisnya. Contoh: enzim dehidrogenase mengkatalisis reaksi pengeluaran hidrogen, enzim transferase mengkatalisis pemindahan gugus tertentu. Untuk menghindari kesulitan penamaan karena semakin banyak ditemukan enzim yang baru, maka International Union of Biochemistry (IUB) telah mengadopsi sistem penamaan yang kompleks tetapi tidak meragukan berdasarkan mekanisme reaksi. Namun sampai sekarang masih banyak buku-buku yang masih menggunakan sistem penamaan lama yang lebih pendek.
C. faktor yang mempengaruhi enzim
a. Suhu
Enzim terdiri atas molekul-molekul protein. Oleh karena itu, enzim masih tetap mempuyai sifat protein yang kerjanyas dipengaruhi oleh suhu. Enzim dapat bekerja optimum pada kisaran suhu tertentu, yaitu sekitar suhu 400 C. Pada suhu 00 C, enzim tidak aktif. Jika suhunya dinaikkan, enzim akan mulai aktif. Jika suhunya dinaikkan lebih tinggi lagi sampai batas sekitar 40 – 500 C, enzim akan bekerja lebih aktif lagi. Namun, pemanasan lebih lanjut membuat enzim akan terurai atau terdenaturasi seperti halnya protein lainnya. Pada keadaan ini enzim tidak dapat bekerja.
- Enzim tidak aktif pada suhu kurang daripada 0oC.
- Kadar tindak balas enzim meningkat dua kali ganda bagi setiap kenaikan suhu 10oC.
- Kadar tindak balas enzim paling optimum pada suhu 37oC. Enzim ternyahasli pada suhu tinggi iaitu lebih dari 50oC.
b. Derajat Keasaman (pH)
Enzim bekerja pada pH tertentu, umumnya pada netral, kecuali beberapa jenis enjim yang bekerja pada suasana asam atau suasana basa. Jika enzim yang bekerja optimum pada suasana netral ditempatkan pada suasana basa ataupun asam, enzim tersebut tidak akan bekerja atau bahkan rusak. Begitu juga sebaliknya, jila suatu enzim bekerja optimal pada suasana basa atau asam tetapi ditempatkan pada keadaan asam atau bas, enzimtersebut akan rusak.
Sebagai contohnya, enzim pepsin yang terdpat di dalam lambung, efektif bekerja pada pH rendah.
Enzim bekerja pada pH tertentu, umumnya pada netral, kecuali beberapa jenis enjim yang bekerja pada suasana asam atau suasana basa. Jika enzim yang bekerja optimum pada suasana netral ditempatkan pada suasana basa ataupun asam, enzim tersebut tidak akan bekerja atau bahkan rusak. Begitu juga sebaliknya, jila suatu enzim bekerja optimal pada suasana basa atau asam tetapi ditempatkan pada keadaan asam atau bas, enzimtersebut akan rusak.
Sebagai contohnya, enzim pepsin yang terdpat di dalam lambung, efektif bekerja pada pH rendah.
- Setiap enzim bertindak paling cekap pada nilai pH tertentu yang disebut sebagai pH optimum.
- pH optimum bagi kebanyakan enzim ialah pH 7.
- Terdapat beberapa pengecualian, misalnya enzim pepsin di dalam perut bertindak balas paling cekap pada pH 2, sementara enzim tripsin di dalam usus kecil bertindak paling cekap pada pH 8.
c. Inhibitor
Hal lain yang mempengaruhi kerja enzim adalah feed back inhibitor. Feed back inhibitor adalah keadaan pada saat substansi hasil (produk) kerja enzim yang terakumulasi dalam jumlah yang berlebihan akan menghambat kerja enzim yang bersangkutan.
1. Inhibitor Kompetisi
Pada inhibitor kompetisi terjadi penambahan substrat dapat mengurangi daya hambatnya, karena inhibitor bersaing dengan substrat untuk mengikta bagian aktif enzim. Misalnya enzim suksinat dehidrogenase yang berfungsi mengkatalisis reaksi oksidasi asam uksinat menjadi fumarat, jika dalam proses ini dutambahkan asam malonat, maka enzim suksinat dehidrogenase akan menurun aktivitasnya.
Tetapi jika diberikan lagi asam suksinat sebagai substrat reaksi akan normal kembali. Sehingga aktivitas inhibitor ini sangat bergantung pada konsentrasi inhibitor, konsentrasi substrat, dan aktivitas relatif inhibitor dan substrat.
2. Inhibitor Nonkompetisi
Inhibitor nonkompetisi pengauhnya tdak dapat dihilangkan dengan adanya penambahan substrat lain, dimana inhibitor ini akan berikatan dengan permukaan enzim tanpa lepas dan lokasinya tidak dapat diganti oleh substrat. Sehingga daya kerja inhibitor sangat tergantung dari konsentrasi inhibitor dan aktivitas inhibitor terhadap enzim.
d. Konsentrasi Substrat
Mekanisme kerja enzim juga ditentukan oleh jumlah atau konsentrasi substrat yang tersedia. Jika jumlah substratnya sedikit, kecepatan kerja enzim juga rendah. Sebaliknya, jika jumlah substrat yang tersedia banyak, kerja enzim juga cepat. Pada keadaan substrat berlebih, kerja enzim tidak sampai menurun tetapi konstan.
- Pada kepekatan substrat rendah, bilangan molekul enzim melebihi bilangan molekul substrat. Oleh itu,cuma sebilangan kecil molekul enzim bertindak balas dengan molekul substrat.
- Apabila kepekatan substrat bertambah, lebih molekul enzim dapat bertindak balas dengan molekul substrat sehingga ke satu kadar maksimum.
- Penambahan kepekatan substrat selanjutnya tidak akan menambahkan kadar tindak balas kerana kepekatan enzim menjadi faktor pengehad.
D. Ada 2 teori mengenai cara kerja enzim, yaitu:
- Teori gembok anak kunci (key-lock)
Sisi aktif enzim mempunyai bentuk tertentu yang hanya sesuai untuk satu jenis substrat saja Gambar 3.4 A) Substrat sesuai dengan sisi aktif seperti gembok kunci dengan anak kuncinya. Hal itu menyebabkan enzim bekerja secara spesifik. Jika enzim mengalami denaturasi (rusak) karena panas, bentuk sisi aktif berubah sehingga substrat tidak sesuai lagi. Perubahan pH juga mempunyai pengaruh yang sama.
- Teori cocok terinduksi (induced fit).
Sisi aktif enzim lebih fleksibel dalam menyesuaikan struktur substrat. Ikatan antara enzim dan substrat dapat berubah menyesuaikan dengan substrat. Inhibitor Merupakan zat yang dapat menghambat kerja enzim. Bersifat reversible dan irreversible.
E. KATALISATOR
Istilah katalisator berawal dari penelitian Berzelius (1836) tentang proses proses pemercepatan laju reaksi dan menjabarkannya sebagai akibat adanya gaya katalisis. Sebutan “gaya” katalisis ternyata tidak terbukti, tetapi istilah katalisator tetap digunakan untuk menyebuitkan pengaruh substansi tertentu yang ikut dalam proses tanpa mengalami perubahan. Senyawa yang menurunkan laju reaksi biasa disebut sebagai katalisator negatif atau inhibitor, yang saat ini lebih dikenal dengan istilah katalis.
Definisi katalis pertama kali dikemukakan oleh Ostwalsd sebagai suatu substansi yang mengubah laju suatu reaksi kimia tanpa merubah besarnya energi yang menyertai reaksi tersebut. Pada tahun 1902 Ostwald mendefinisikkan katalis sebagai substansi yang mengubah laju reaksi tanpa terdapat sebagai produk pada akhir reaksi, dengan kata lain katalisator mempengaruhi laju reaksi dan berperan sebagai reaktan sekaligus produk reaksi. Selanjutnya pada tahun 1941, Bell menjelaskan substansi yang dapat disebut sebagai katalis suatu reaksi adalah ketika sejumlah tertentu substansi ditambahkan maka akan mengakibatkan laju reaksi bertambah dari laju pada keadaan stoikiometri biasa. Jika substansi tersebut ditambahkan pada reaksi maka tidak mengganggu kesetimbangan.
Penggolongan katalis dapat didasarkan pada fasenya yaitu katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis heterogen adalah katalis yang ada dalam fase berbeda dengan pereaksi dalam reaksi yang dikatalisinya, sedangkan katalis homogen berada dalam fase yang sama. Katalis homogen umumnya bereaksi dengan satu atau lebih pereaksi untuk membentuk suatu perantara kimia yang selanjutnya bereaksi membentuk produk akhir reaksi, dalam suatu proses yang memulihkan katalisnya. Berikut ini merupakan skema umum reaksi katalitik, di mana C melambangkan katalisnya:
A + C → AC …………(1)
B + AC → AB + C …………(2)
A + B + C → AB + C …………(3)
Meskipun katalis (C) bereaksi dengan reaktan oleh reaksi 1, namun katalis dapat dihasilkan kembali oleh reaksi 2, sehingga untuk reaksi keseluruhannya menjadi reaksi (3).
Beberapa katalis ternama yang pernah dikembangkan di antaranya:
• Katalis Asam-Basa
Katalis asam-basa sangat berperan dalam perkembangan kinetika kimia. Awal penelitian kinetika reaksi yang dikatalisis dengan suatu asam atau basa bersamaan dengan perkembangan teori dissosiasi elektrolit, dimana Ostwald dan Arrhenius membuktikan bahwa kemampuan suatu asam untuk mengkatalisis reaksi tersebut adalah tidak bergantung pada sifat asal anion tetapi lebih mendekati dengan sifat konduktivitas listriknya. Penelitian lain yang menggunakan katalis asam basa antara lain Kirrchoff yang meneliti hidrolisis pati oleh pengaruh asam encer, Thenard yang meneliti dekomposisin hidrogen peroksida oleh pengaruh basa dan Wilhelmy yang meneliti tentang inversi tebu yang dikatalisis dengan asam.
• Katalis Ziegler-Natta
Katalis Ziegler-Natta ditemukaan poleh Ziegler pada tahun 1953 yang digunakan untuk polimerisasi etana, yang selanjutnya pada tahun 1955 Natta menggunakan katalis tersebut untuk polimerisasi propena dan monomer jenuh lainnya. Katalis Ziegler-Natta dapat dibuat dengan mencampurkan alkil atau aril dari unsur golongan 11-13 pada susunan berkala, dengan halida sebagai unsur transisi.Saat ini katalis Ziegler-Natta digunakan untuk produksi masal polietilen dan polipropilen.
Katalis Friedle-Crafts
Pada tahun 1877 Charles Friedel dan James M.Crafts mreakukan penelitian tentang pembuatan senyawa amil iodida dengan mereaksikan amil klorida dengan aluminium dan yodium yang ternyata menghasilkan hidrokarbon. Selanjutnya mereka menemukan bahwa pemakaian aluminium klorida dapat menggantikan alumunium untuk menghasilkan hidrokarbon. Dengan demikian Friedel dan Crafts merupakan orang pertama yang menunjukkan bahwa keberadaan logam klorida sangat penting sebagai reaktan atau katalis. Hingga saat ini penerapan kimia Friedel-Crafts sangat luas terutama di industri kimia.
• Katalis dalam Reaksi Metatesis
Pada tahun 1970 Yves Chauvin dari Institut Francais du Petrole dan Jean-Louis Herrison menemukan katalis logam karbena (logam yang dapat berikatan ganda dengan atom karbon membentuk senyawa), atau dikenal juga dengan istilah metal alkilidena. Melalui senyawa logam karbena ini, Chauvin berhasil menjelaskan bagaimana susunan logam berfungsi sebagai katalis dalam suatu reaksi dan bagaimana mekanisme reaksi metatesis. Metatesis dapat diartikan sebagai pertukaran posisi atom dari dua zat yang berbeda. Contohnya pada reaksi AB + CD -> AC + BD, B bertukar posisi dengan C.
• Katalis Grubbs
Perkembangan penemuan Chauvin dan Schrock terjadi tahun 1992 ketika Robert Grubbs dan rekannya Grubbs berhasil menemukan katalis metatesis yang efektif, mudah disintesis, dan dapat diaplikasikan di laboratorium secara baik. Mereka menemukan tentang logam rutenium tantalum, tungsten, dan molybdenum (komplek alkilidena) sebagai logam yang paling cocok sebagai katalis. Katalis menjadi standar pembanding untuk katalis yang lain. Penemuan katalis Grubbs secara tidak langsung menambah peluang kemungkinan sintesis organik di masa depan.
· Sistem Katalis Tiga Komponen
Sebuah sistem katalis dengan tiga komponen berhasil digunakan untuk membuat polimer bercabang dengan struktur-struktur yang tidak bisa didapat dengan sebuah katalis tunggal atau sepasang katalis yang bekerja bergandengan. Pada tahun 2002 Guillermo C. Bazan, seorang profesor kimia dan material di University of California, Santa Barbara; mahasiswa pascasarjana Zachary J. A. Komon; dan rekan kerja di Santa Barbara dan Symyx Technologies sudah mendemonstrasikan sebuah sistem dengan tiga katalis yang homogen; ketiga campuran bekerja sama mengubah sebuah monomer tunggal – etilen – menjadi polietilen bercabang. Jumlah dan jenis cabang yang dihasilkan dapat dikontrol dengan menyesuaikan komposisi campuran katalisnya. Tiga katalis ini terdiri dari dua persenyawaan organonikel dan sebuah persenyawaan organotitanium. Satu dari katalis dengan unsur dasar nikel mengubah etilen menjadi 1-butena, sedangkan yang lainnya mengubah olefin menjadi penyebaran dari 1-alkena. Persenyawaan titanium menggabungkan etilen dari hasil reaksi-reaksi lainnya menjadi polietilen.
F. Sifat Mengatur Sendiri dari Enzim
Beberapa sistim multi enzim mempunyai sifat untuk mengatur sendiri kecepatan reaksinya, dimana kadang produk akhir dapat menjadi inhibitor untuk reaksi awal, kecepatan keseluruhan reaksi sangat bergantung pada konsentrsi produk akhir. Untuk konversi dari L-treonin ke L-isoleusin mempunyai lima tahap reaksi dengan menggunakan lima jenis enzim yang berbeda.
1. Konversi dari L-treonin ke L-isoleusin
Jika L-isoleusin terdapat dalam konsentrasi yang tinggi dalam sistim, maka reaksi langkah pertama akan dihambat.
Pada kebanyakan reaksi enzim, sistim pengaturan diri sendiri, basanya enzim yang mengkatalisis reaksi tahap pertama dihambat olh hasil metabolisme tahap akhir, enzim ini dikenal sebagai enzim alosterik dan metabolit dan yang menghambat disebut efektor atau modulator.
Sebagian besar enzim yang diatur secara alosterik dibangun dari dua atau lebih rantai atau subunit polipeptida. Setiap subunit mempunyai tempat aktifnya sendir, dan tempat alosterik umumnya berlokasi di mana subunit-subunit itu menyatu. Keseluruhan kompleks akan berganti-ganti di antara dua keadaan konformasi, satu keadan secara katalitik aktif dan yang satunya lagi inaktif. Pengikatan activator ke suatu tempat alosterik akan mengstabilkan konformasi yang mempunyai tempat aktif yang fungsional, sementara pengikatan inhibitor alosterik akan mengstabilkan bentuk inaktif enzim tersebut.
Daerah kontak antqara subunit-subunit suatu enzim alosterik berhubunga sedemikian rupa sehingga perubahan konformasi dalam satu subunit akan diteruskan atau ditransmisikan ke semua subunit lainnya. Melalui interaksi subunit-subunit ini, suatu molekul aktivator atau inhibitor tunggal yang berikatan dengan salah satu tempat alosterik itu akan mempengaruhi tempat aktif semua sub unit.
2. Pengaturan Alostrik
Pengaturan alosterik bagian a sebagian besar enzim alosterik tersusun dari dua atau lebih subunit polipeptida yang masing-masing memiliki tempat aktif. Enzim ini akan berganti-ganti di antara dua keadaan konformasi, aktif dan inaktif. Jauh dari tempat aktif terdapat tempat alosterik, reseptor spesifik untuk pengaturan enzim itu, yang dapat berfungsi sebagai activator atau sebagai inhibitor.
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Girindra, A. 1986. Biokimia 1. Gramedia. Jakarta.Houston, M.E. 1995. Biochemistry Primer For Exercise Science. Human Kinetics. Champaign.USA.
Kay, E.R.M. 1966. Biochemistry : An Introduction to Dynamic Biology. Collier-Macmillan.Canada.
Lehninger, A..L., et al. 1997. Principles of Biochemistry. 2nd .Worth Publisher. New York.
Poedjiadi, A., F.M. T. Supriyanti. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. UI-Press. Jakarta.
Stryer, L. 2000. Biokimia. Vol 2. Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Winarno, F,G. 1989. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.
Wirahadikusumah, M. 1981. Biokimia : Proteine, Enzima & Asam Nukleat. ITB. Bandung.
No comments:
Post a Comment