Monday, October 14, 2013

makalah reservasi





 




BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kehidupan dalam masyarakat internasional senantiasa bertumpu pada suatu tatanan norma. Pada kodratnya masyarakat internasional itu saling berhubungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam melakukan hubungan ini satu sama lain diperlukan suatu kondisi, yaitu keadaan yang tertib dan aman, untuk berlangsungnya keadaan yang tertib dan aman ini diperlukan suatu tatanan norma. Dalam sejarah tatanan norma tersebut telah berproses dan berkembang menjadi apa yang dikenal dengan Hukum Internasional Publik atau disingkat dengan Hukum Internasional saja.
Sebagai suatu sistem hukum, Hukum Internasional mempunyai beberapa sumber, seperti yang dinyatakan dalam pasal 38 ayat 1 Statuta Mahkamah Internasional, bahwa bagi Mahkamah Internasional yang tugasnya memberi keputusan sesuai dengan Hukum Internasional untuk perselisihan yang diajukan kepadanya, akan berlaku:
1.      Perjanjian-perjanjian Internasional, baik yang umum maupun yang khusus, yang dengan tegas menyebut ketentuan-ketentuan yang diakui oleh negara-negara yang berselisih.
2.      Kebiasaan-kebiasaan internasional yang terbukti merupakan praktek-praktek umum yang diterima sebagai hukum.
3.      Prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa.
4.      Keputusan pengadilan dan ajaran-ajaran Sarjana-sarjana yang paling terkemuka
dari berbagai negara sebagai sumber hukum tambahan.
Bahwa urutan-urutan sumber hukum tersebut tiga dari sumber hukum pertama yaitu; 1, 2, dan 3 merupakan sumber hukum utama sedangkan sumber hukum ke 4 merupakan sumber hukum tambahan.
Dalam Konperensi Wina tahun 1969 telah berhasil disepakati sebuah naskah perjanjian yang lebih dikenal dengan nama “Viena Convention on the Law of Treaties” atau Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian tahun 1969 (selanjutnya disingkat sebagai Konvensi Wina 1969). Konperensi Wina ini diadakan atas prakarsa Perserikatan Bangsa-bangsa dan naskah rancangan konvensinya disusun oleh Panitia Hukum Internasional/International Law Commission (yang disingkat dengan ILC), yaitu sebuah Panitia ahli dan dibentuk berdasarkan Resolusi Majelis Umum PBB No.174/II/1947 (Wayan., Perjanjian.., 1981, ha;. 344).
Konvensi Wina tentang perjanjian ini tidak hanya sekedar merumuskan kembali atau mengkodifikasikan hukum kebiasaan internasional dalam bidang perjanjian, melainkan juga merupakan pengembangan secara progresif hukum internasional tentang perjanjian. Namun demikian Konvensi Wina ini masih tetap mengakui eksistensi hukum kebiasaan internasional tentang perjanjian, khususnya tentang persoalan-persoalan yang belum diatur dalam Konvensi Wina.
Perkembangan sumber hukum internasional sampai pada akhir tahun 2008 sangat signifikan, hal ini seiring dengan pertumbuhan ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun perkembangan sumber hukum internasional ini tetap menempatkan perjanjian internasional, baik bilateral maupun multilateral sebagai sumber utama hukum internasional.
Perkembangan selanjutnya, ada beberapa praktek negara yang menggunakan istilah pensyaratan dalam perjanjian bilateral. Praktek ini banyak dilakukan dalam perjanjian bilateral yang melibatkan Amerika Serikat.
Kemudian reservasi atau dikenal dengan pensyaratan dalam UU No.24 Tahun 2000 tentang Perjanjian internasional adalah suatu pernyataan sepihak dari suatu negara untuk tidak menerima berlakunya ketentuan tertentu pada perjanjian internasional dalam rumusan yang dibuat ketika menandatangani, menerima, menyetujui atau mengesahkan perjanjian internasional yang bersifat multilateral.
Reservasi atau pensyaratan memang lazim dilakukan dalam praktek perjanjian internasional. Pensyaratan mencerminkan azas kedaulatan suatu negara, dimana suatu negara memiliki hak untuk menolak ketentuan-ketentuan tertentu dalam perjanjian internasional yang bertentangan dengan hukum nasional negara tersebut.
Penjanjian (treaty) baik bilateral maupun multilateral merupakan suatu bentuk kodifikasi hukum kebiasaan kedalam hukum positif internasional. Proses kodifikasi biasanya dilakukan dalam konvensi-konvensi internasional. Didalam konvensi biasanya dilakukan perumusan, perundingan, singkatnya sampai pelaksanaan isi perjanjian, baik dengan cara ratifikasi atau aksesi bagi negara yang mau terikat hak dan kewajibannya terhadap perjanjian. Seyogyanya isi perjanjian dilaksanakan secara penuh agar tercapai kesempurnaan perjanjian itu sendiri, namun hal ini tentunya sulit dicapai ketika melibatkan kepentingan setiap negara yang ikut dalam konvensi. Kepentingan negara- negara yang berbeda inilah yang biasanya membuat alok pada saat perumusan dan perundingan suatu substansi perjanjian. Keadaan dilema bagi negara peserta konvensi dipertaruhkan ketika isi perjanjian itu pada umumnya atau lebih banyak yang sesuai dengan kebutuhan (menguntungkan) negaranya, tetapi ada beberapa bagian dari perjanjian yang memang tidak dibutuhkan (tidak menguntugkan) bagi negara tersebut ataupun bertentangan dengan konstitusi negaranya. Untuk menghindarkan negara mundur atau tidak meratifikasi dan atau mengaksesi perjanjian maka suatu perjanjian dibuatkan suatu pengecualian dalam bentuk RESERVASI atau di Indonesia lebih dikenal dengan nama persyaratan.
Persyaratan (reservasi) berlaku juga bagi negara ketiga yang ingin ikut serta dalam perjanjian tetapi tidak ikut dalam konvensi. Persyaratan disini memberikan angin segar bagi negara yang ingin terikat dalam perjanjian tapi tidak secara penuh menerima semua ketentuan dalam perjanjian.

1.2 Permasalahan
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah, rumusan masalah untuk makalah ini adalah:
1. Seberapa besar pengaruh kedaulatan negara dalam menekan untuk lahirnya sebuah Persyaratan, dan apakah instrumen dari persyaratan (reservasi)?
2.  Apakah perbedaan reservation sistem suara bulat dengan sistem pan Amerika?
      Dan kasus reservation atas Konvensi Genocide tahun 1951 (tentang pencegahan dan   penghukuman atas kejahatan genocide)?

1.3 Tujuan dan Kegunaan
1. Manfaat:
·         Untuk dapat mengetahui seberapa besar pengaruh reservasi dalam pembuatan   hukum perjanjian Intrnasional.
·         Untuk mengetahui perbedaan reservasi sistem suara bulat dengan sistim pan Amerika.
2. Tujuan:
·         Untuk lebih memahami reservasi (persyaratan) berkenaan dengan tempatnya sebagai pranata hukum internasional yang mengetengahkan antara tataran teori ke pengimplementasian persyaratan itu sendiri




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Reservasi
Reservasi adalah suatu pernyataan sepihak yang dibuat oleh suatu Negara pada waktu menandatangani, menerima, meratifikasi, mengesahkan atau mengaksesi perjanjian, yang isi pokoknya adalah untuk mengeluarkan atau untuk mengubah akibat hukum dari ketentuan-ketentuan tertentu dalam pemberlakuannya terhadap Negara tersebut (KW 1969).
Awalnya reservasi (persyaratan) didefinisikan berbeda-beda berdasarkan subyek yang memberikan defenisi. Adapun defenisi bebas terhadap reservation yang secara umum itu ialah pernyataan sepihak yang dikemukakan oleh suatu negara pada waktu menyatakan persetujuan untuk terikat pada suatu perjanjian internasional, yang isinya menyatakan “Menolak untuk menerima atau mengakui atau tidak mau terikat pada, atau tidak mau menerima akibat hukum dari salah satu atau beberapa ketentuan dari perjanjian tersebut, dan atau mengubah atau menyesuaikan isi atau memberikan arti tersendiri atas salah satu atau beberapa ketentuan dari perjanjian tersebut sesuai dengan kepentingan negara yang bersangkutan”, perbedaan pendapat ini dimungkinkan kalau belum ada defenisi yang disepakati bersama.
Menurut UU No.24 Tahun 2000 Pasal 1 (d), Reservasi adalah suatu perrnyataan sepihak dari suatu Negara untuk tidak menerima berlakunya ketentuan tertentu pada perjanjian internasional dalam rumusan yang dibuat ketika menandatangani, menerima, menyetujui, atau mengesahkan perjanjian internasional yang bersifat multilateral.
Namun dengan lahirnya konvensi wina 1969 sebagai instrumen hukum perjanjian internasional, pengertian persyaratan telah diterimah secara umum berdasarkan defenisi yang terdapat pada pasal 2 ayat 1 butir d “Persyaratan berarti suatu pernyataan sepihak, dengan bentuk dan nama apapun yang dibuat oleh suatu negara, ketika menandatangani, meratifikasi, mengapksesi, menyetujui, atau mengaksesi atas suatu perjanjian internasional, yang maksudnya untuk mengesampingkan atau mengubah akibat hukum dari ketentuan tertentu dari perjanjian itu dalam penerapannya terhadap negara yang bersangkutan”. Dengan demikian substansi pasal 2 (1),d konvensi wina antara lain adalah merupakan pernyataan sepihak, berkenaan dengan waktu pengajuan persyaratan, dan berkenaan dengan substansi, maksud, dan tujuan dari persyaratan itu sendiri, serta pengajuan persyaratan itu harus dalam bentuk tertulis.
Dengan adanya pengertian yang diberikan terhadap reservasi dalam konvensi wina berarti pengertian bebas tadi dengan sendirinya ditinggalkan karena sifatnya yang relatif demi terpenuhinya persamaan presfektif terhadap reservasi.

2.2 Pengaruh Kedaulatan Negara dalam Menekan Untuk Lahirnya Sebuah Persyaratan,
 dan Instrumen Dari Persyaratan (reservasi).
Resevasi seperti telah diuraikan diatas didasarkan pada pasal 2 ayat 1 bagian d konvensi wina 1969 tentang perjanjian. Perjanjian merupakan manifestasi dari keinginan negara- negara atas sebuah aturan internasional yang penerapannya tidak bertentangan dengan konstitusinya dan tentunya tidak mencederai kedaulatan masing- masing negara. Kedaulatan merupakan salah satu unsur pembentuk negara sehingga aturan hukum internasional diusahakan serelevan mungkin dengan aturan hukum umum pada setiap negara didunia. Kedaulatan menurut kamus hukum internasional dan indonesia oleh Drs. Soesilo Prajogo, SH, yang diterbitkan Wacana Intelektual berarti “Kekuasaan tertinggi atas pemerintahan negara, daerah; kedaulatan suatu negara”, dengan mengacu pada defenisi diatas maka suatu problem akan muncul ketika negara- negara ikut dalam suatu konvensi internasional, dimana disetiap negara pasti mempunyai perbedaan konstitusi.
Kesadaran bahwa dalam sistem dan struktur masyarakat internasional, negara-negara sebagai subyek utama hukum internasional memiliki kedaulatan, dan dengan dasar kedaulatan itu maka negara tidak bisa dipaksa untuk menerima atau menyatujui sesuatu yang tidak sesuai dengan kepentingannya. Dalam hubungannya dengan suatu perjanjian internasional, atas dasar kedaulatan itu maka suatu negara berhak penuh untuk menentukan apakah akan menyatakan setuju terikat ataukah menolak terikat pada suatu perjanjian internasional. Problematisnya adalah ketika didalam perejanjian itu ada beberapa ketentuan yang merugikan dan ada juga yang menguntungkan bagi negara, pilihannya adalah menyatujui untuk terikat atau tidak sama sekali.
Pilihan manapun yang ditempuh akan menimbulkan masalah lanjutan baik bagi negara itu maupun bagi perjanjian itu sendiri, bahkan dalam ruang lingkup yang lebih luas akan menimbulkan dampak tehadap masyarakat internasional pada umumnya, lebih- lebih jika perjanjian itu merupakan perjanjian internasional multilateral global. Masalah yang timbul bagi negara adalah jika tidak mau terikat pada perjanjian padahal sebagian besar dari ketentuan perjanjian itu menguntungkan baginya, sebaliknya jika memaksakan terikat pada perjanjian padahal ada beberapa ketentuan yang merugikan bagi negaranya, hal ini menempatkan negara pada pilihan yang sulit.

Selanjutnya bagi perjanjian itu sendiri, hal ini akan menghambat bagi perkembangan hukum internasional dimana sumber hukum internasional adalah perjanjian internasional bila makin sedikit negara yang menyatakan setuju untuk terikat pada perjanjian tersebut. Hal ini juga akan menghambat konsep ideal dari perjanjian itu pada tatanan pelaksanaannya yang riil.
Bagi masyarakat internasional secara umum, terhambatnya suatu perjanjian internasional berkembang menjadi kaidah hukum positif berarti akan menghambat lahirnya sarana untuk mengatur kehidupan masyarakat internasional. Dengan dua pilihan diatas tentunya akan sulit dipenuhi oleh negara- negara yang ikut dalam perjanjian untuk terikat karena sifatnya yang terlalu ekstrim.
Untuk mengakomodasi kepentingan tiap-tiap negara tanpa mengesampingkan kedaulatan disatu sisi yang berseberangan dengan ketentuan dalam perjanjian, kemudian diperkenalkan pranata hukum internasional yang disebut reservasi (persyaratan) untuk menjembantani kedaulatan negara-negara dalam keterikatannya pada perjanjian internasional dengan perjanjian itu sendiri. Hal ini membuat terang bahwa persyaratan (reservasi) lahir dari sebuah jurang antara kedaulatan dan ketentuan pada suatu perjanjian.
Mengenai persyaratan instrumen positifnya diatur dalam konvensi wina 1969 pada pasal 2 ayat 1 d “defenisi dari persyaratan”, dan diatur pula dalam lima pasal yaitu pasal 19 “ mengenai ketentuan pengajuan suatu persyatan sampai pembatasannya pada perjanjian internasional”, pasal 20” mengenai diterima atau ditolaknya persyaratan yang diajukan suatu negara oleh negara peserta lainnya”, pasal 21” diatur mengenai akibat hukum dari persyaratan”, pasal 22” diatur mengenai penarikan kembali suatu persyaratan atau sebuah penolakan”, pasal 23”pada pasal ini diatur mengenai prosedur persyaratan secara menyeluruh”. Dengan adanya aturan yang jelas mengenai persyaratan akan memudahkan bagi negara peserta konvensi atau negara ketiga apabila ingin ikut terikat pada perjanjian dengan mengecualikan beberapa ketentuan yang diperbolehkan oleh perjanjian itu sendiri.
Secara umum perjanjian internasional yang didalamnya diikuti oleh negara sebagai peserta berkiblat (atau instrumen hukumnya) pada ketentuan konvensi wina 1969 tentang perjanjian. Ketentuan dalam konvensi wina tegasnya terdapat 8 (delapan) bagian yang terdiri dari 85 pasal, yang diharapkan dapat mengakomodasi ketentuan hukum internasional bagi suatu perjanjian.



2.3 Perbedaan Reservasi Sistem Suara Bulat dengan Sistem Pan Amerika, Dan kasus   reservasi atas Konvensi Genoside tahun 1951 (tentangpencegahan dan penghukuman atas kejahatan genoside).
Pada masa awal lahirnya persyaratan sampai tahun 2008 ini dikenal dua macam sistem persyaratan. Dua sistem persyaratan itu adalah sistem persyaratan suara bulat dan sistem persyaratan pan Amerika. Sistem persyaratan suara bulat yaitu suatu mekanisme pengajuan persyaratan oleh suatu negara yang ingin terikat pada suatu perjanjian yang didasarkan atas persetujuan semua negara anggota perjanjian, dengan kata lain apabila ada negara anggota yang menentang persyaratan yang diajukan oleh negara yang ingin mengikatkan dirinya pada perjanjian tidak akan diterima sebagai anggota. Pada sistem ini semua negara anggota harus menyetujui persyaratan yang diajukan oleh negara yang ingin menjadi anggota agar persyaratan itu memiliki kekuatan mengikat dan berlaku positif, kalau tidak berarti negara yang ingin menjadi anggota tadi harus menerima secara keseluruhan ketentuan dalam perjanjian tersebut atau tidak menjadi anggota.
Sistem suara bulat ini, seperti mashab kontrak dalam hukum perdata yang mana lebih mengutamakan keutuhan dari substansi kontrak agar tidak mencederai maksud dan tujuan perjanjian tersebut. Perkembangan yang signifikan atas sistem suara bulat ini terjadi pada masa sebelum perang dunia I dan II, yaitu pada masa itu Liga Bangsa- Bangsa yang paling banyak menggunakan mekanisme ini, dan mengenai sistem suara bulat ini diatur dalam pasal 20 ayat 2 konvensi wina 1969.
Selanjutnya sistem yang kedua yaitu sistem pan Amerika, sistem ini dinamakan sistem pan Amerika dikarenakan sistem ini diperkenalkan dan diterapkan pertama kali dibenua Amerika, pada organisasi regional pada tahun 1932 dengan nama Organisation of American States. Mekanisme pada sistem ini tidak terlalu rumit menurut penulis untuk penerapannya dan membuka kesempatan perkembangan yang cepat bagi hukum perjanjian internasional itu sendiri.
Singkatnya pada sistem pan Amerika apabila negara yang ingin terikat pada perjanjian mengajukan persyaratan pada ketentuan perjanjian dan persyaratan ini mendapat tanggapan pro dan kontra dari negara anggota maka perjanjian ini tetap berlaku secara umum dan persyaratan hanya berlaku bagi negara yang pro terhadap persyaratan yang diajukan dan yang kontra tidak berlaku perjanjian tersebut dan akibat hukum bagi negara yang mengajukan persyaratan dan yang kontra pada persyaratan tidak berlaku baginya perjanjian tersebut. Mengenai sistem pan Amerika ini diatur dalam konvensi wina 1969 pada pasal 20 ayat 4, 5, pasal 21 ayat 1, 2, 3, dan pasal 22 ayat 1, 2, 3, serta pasal 23 ayat 1, 2, dan 3.
Dari uraian kedua sistem persyaratan diatas jelaslah perbedaannya, yang dari terminologi bahasanya sudah bisa menggambarkan perbedaan mendasarnya. Disini juga tampak dengan sangat jelas dari ketentuan yang mengaturnya dimana reservation pan Amerika lebih banyak mendapatkan tempat pengaturan didalam konvensi wina 1969 dari pada sistem suara bulat, hal ini tidak lepas dari dinamika sistem pan amerika yang lebih barpariasi dibandingkan sistem suara bulat.
Untuk lebih memahami reservasi (persyaratan) berkenaang dengan tempatnya sebagai pranata hukum internasional penulis menyajikan sebuah kasus yang mengetengahkan antara tataran teori ke pengimplementasian persyaratan itu sendiri, sebagai berikut:

Reservation atas Konvensi Genocide, 1951.
Pihak-Pihak yang Terlibat:
1. PBB Sebagai organisasi internasional yang menyelenggarakan konvensi Genoside 1951 “Konvensi Mengenai Dan Penghukuman Kejahatan Genoside”.
2. Negara- negara anggota PBB, yang pada tahun 1948 menyepakati secara bulat konvensi tentang Genoside dengan jumlah negara anggota PBB adalah 56 Negara, dan negara ketiga yang ingin ikut terikat yang karena konvensi yang sifatnya universal dan konvensi memberikan kemungkinan itu.
3. Mahkamah Internasional Pemberi Advisory Opinion yang diwakilkan 12(dua belas) hakim mahkamah internasional.

Duduk Perkara
Pada tanggal 9 Desember 1948, Majelis Umum PBB mengesahkan sebuah konvensi yaitu Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genoside (Konvensi tentang pencegahan dan penghukuman atas kejahatan genoside) berdasarkan Resolusi nomor 206/III/48, dan berlaku pada tanggal 12 Januari 1951, yang menjadi masalah ternyata didalam konvensi tidak diatur mengenai Reservation(persyaratan), jadi tidak ada kejelasan apakah negara yang mau terikat pada konvensi Genoside ini diperkenangkan untuk mengajukan persyaratan atau tidak sama sekali.
Didalam prosesnya konvensi itu untuk mengikat negara-negara, ternyata ada beberapa negara yang mengajukan persyaratan saat menyatakan persetujuannya untuk terikat dalam konvensi Genoside 1951 ini.
Penyelesaian Masalah:
Karena didalam konvensi Genoside tidak ada aturan yang secara splisit mengatur mengenai Reservasi. Padahal hal ini merupakan persoalan hukum internasional yang sangat besar mengingat konvensi ini diakomodasi oleh Organisasi internasional, maka Majelis Umum PBB pada saat itu mengeluarkan Reselusi nomor 478/ V/ 1950, yang memohon Advisory Opinion (pendapat hukum) ke Mahkamah Internasional, dengan mengetengahkan masalah yang dihadapi oleh konvensi Genocide 1951, sebagai berikut;
Sepanjang berkaitan dengan konvensi tentang Genoside, dalam hal suatu negara yang menyatakan persetujuannya untuk terikat pada konvensi:
a. Dapatkah negara yang mengajukan persyaratan dipandang sebagai pihak atau peserta pada konvensi dengan tetap mempertahankan persyaratan yang diajukanya itu, jika persyaratan itu ditolak oleh satu atau lebih negara peserta, tetapi tidak ditolak atau disetujui oleh negara-negara peserta lainnya.
b. Jika jawaban atas pertanyaan a adalah positif (affirmative), bagaimanakah akibat hukum dari persyaratan tersebut dalam hubungan antara negara yang mengajukan persyaratan dan:
- Negrara-negara peserta yang menolak persyaratan itu?
- Negara-negara peserta yang menerima atau menyetujuinya?
c. Apakah akibat hukumnya berkenaan dengan jawaban atas pertanyaan a, apabila keberatan atau penolakan terhadap persyaratan itu diajukan oleh:
 - Negara yang menandatangani konvensi tetapi yang belum menyatakan persetu-    juannya untuk terikat atau belum meratifikasinya?
- Negara yang berhak untuk menandatanganinya maupun mengaksesinya tetapi ternyata tidak atau belum melakukannya?
Dalam menjawab pertanyaan ini, Mahkamah Internasional menyatakan;
                        Semua pertanyaan tersebut secara tegas dibatasi oleh Resolusi Majelis Umum PPB yakni hanya berkaitan dengan konvensi tentang goneside, oleh karena itu, jawaban yang akan diberikan oleh Mahkamah pun juga secara tegas dibatasi hanya pada konvensi saja. Mahkamah akan mencari jawabannya didalam kaidah- kaidah atau peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan akibat hukum dai reservasi maupun penerimaan dan penolakan terhadap reservasi dalam perjanjian-perjanjian multilateral”.
                        Selanjutnya mahkamah mengatakan bahwa suatu perjanjian internasional tidak mengikat bagi negara yang tidak menyetujui untuk terikat begitupun sebaliknya. Mahkamah dalam hal menyampaikan pendapatnya memperhatikan faktor internal dan eksternal dari konvensi Genoside ini. Faktor internalnya antara lain meliputi mekanisme persetujuan perjanjian yang memakai sistem suara bulat diperberat, maksudnya suara bulat diperberat adalah pada saat kesepakatan diambil diadakan voting yang mana lebih banyak yang setuju (suara mayoritas) dengan mekanisme suara bulat untuk perjanjian Genoside ini, dengan kata lain sudah ada pihak (negara) yang bersebelahan (yang minoritas pada saat pemungutan suara) dengan suara bulat ini, dan juga maksud dan tujuan dari konvensi Genoside ialah sebagai konvensi yang parmanen dan universal. Parmanen dan universal secara luas diartikan bahwa konvensi merupakan manifestasi dari penerimaan secara murni atas tujuan kemanusian dan peradaban umat manusia. Jadi dalam konvensi persamaan kepentingan adalah mutlak dengan berpegang pada prinsip-prinsip moralitas, tanpa memperhitungkan keuntungan dan kerugian atau hanya berdasarkan keseimbangan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya secara kontraktual saja sebagaimana dimaksud dan tujuan dari perjanjian.
                        Faktor eksternalnya ialah perlunya diperhatikan kondisi untuk penerapan konvensi Genoside yang bermuarah ke sifat yang lebih luwes untuk keutuhan konvensi, ditambah pihak PBB sebagai pihak yang mengakomodasi pelaksanaan konvensi bersifat sangat universal dan aturan negara-negara yang bisa menjadi peserta berdasarkan ketentuan dalam konvensi (pasal XI konvensi). Faktor selanjutnya adalah paham yang kental pada saat itu, dimana paham ini menengahkan bahwa maksud dan tujuan perjanjian tidak bisa digagalkan oleh suatu keputusan sepihak atau persetujuan khusus antara beberapa pihak dalam perjanjian, paham ini didasarkan pada prinsip kedaulatan tiap-tiap negara (paham ini berkembang dan menjadi landasan pembuatan kontrak “yaitu kontrak haruslah utuh dan bulat”).
                        Itulah kedua faktor yang mempengaruhi konvensi Genoside, kemudian mahkamah berpendapat bahwa maksud dan tujuan konvensi adalah untuk membatasi, baik membatasi kebebasan untuk mengajukan persyaratan atau penolakan terhadap persyaratan seperti maksud dan tujuan dari PBB dan Negara-negara yang menyatujui perjanjian agar makin banyak negara yang berpartisipasi dalam perjanjian. Jadi pengajuan persyaratan atau penolakan terhadap persyaratan harus dianggap sebagai tindakan penyempurnaan dari perjanjian sepanjang itu relevan dengan maksud dan tujuan perjanjian.
                        Mengenai laporan yang berkenaan dengan masalah ini, yang diterimah oleh dewan LBB pada tanggal 17 Juli 1927, yang menyatakan bahwa sering terjadi persetujuan secara diam-diam yang memiliki peranan tersendiri atas reservasi dalam suatu perjanjian, namun hal ini tidak menegaskan adanya peraturan. Lalu melihat kebiasaan dalam penolakan terhadap persyaratan itu sangat sering tidak terjadi dalam perjanjian yang konsekuensinya tidak ada alasan untuk membuatkan aturan hukum internasional semacan ini. Presfektip yang paling baik dianut adalah bahwa rekomendasi yang dibuat untuk Dewan LBB pada tanggal tersebut merupakan titik tolak dari suatu praktik administratif yang diterapkan dan ditaati dikalangan sekretariat LBB.

Akhirnya Mahkamah Internasional dengan perbandingan suara tujuh orang hakim menyetujui sedangkan lima orang hakim menolak, memberikan Advisory opinionnya atas permohonan yang diajukan oleh PBB, dan menyatakan;
·      Bahwa jika ada suatu negara yang mengajukan persyaratan yang ternyata ditolak oleh satuatau lebih negara peserta dalam konvensi tetapi disetujui atau tidak ditolak oleh negara peserta yang lainnya, negara yang mengajukan persyaratan itu dapat dipandang menjadi peserta pada konvensi, apabilah persyaratan itu sesuai dengan atau tidak bertentangan dengan maksud dan tujuan dari konvensi, tetapi sebaliknya jika persyaratan itu bertentangan dengan maksud dan tujuan konvensi, maka negara tersebut tidak dapat dipandang peserta pada konvensi.
·      Bahwa jika salah satu negara peserta menolak persyaratan yang diajukan oleh suatu negara yang dipandangnya bertentangan dengan maksud dan tujuan konvensi, negara itu dalam kenyataannya dapat menganggap bahwa negara yang mengajukan persyaratan tersebut bukan sebagai pihak atau peserta pada konvensi.
·      Bahwa jika lain pihak, suatu negara peserta ada yang menerima atau menyetujui persyaratan tersebut karena menganggapnya sesuai dengan maksud dan tujuan konvensi, maka negara yang menyetujui itu dalam kenyataannya dapat memandang negara yang mengajukan persyaratan sebagai pihak atau peserta pada konvensi.
·      Bahwa keberatan atau penolakan terhadap suatu persyaratan yang dikemukakan oleh negara penandatangan yang belum meratifikasi atau belum menyatakan persetujuannya untuk terikat pada konvensi akan meulai menimbulkan akibat hukum dalam hubungannya dengan jawaban pertama diatas, hanya sesudah negara itu menyatakan persetujuannya untuk terikat atau sesudah negara itu meratifikasinya.
·      Bahwa keberatan atau penolakan terhadap suatu persyaratan yang diajukan oleh suatu negara yang berhak untuk menandatangani atau mengaksesinya tetapi ternyata negara itu tidak atau belum melakukan pernyataan persetujuan untuk terikat pada perjanjian itu, keberatan atau penolakan tersebut tidak memilki akibat hukum apapun.
            Dengan merujuk pada Advisory opinion Mahkamah Internasional yang pertimbangannya meliputi faktor internal dan eksternal yang telah dijelaskan sebelumnya ditambah perbedaan Presfektif (pandangan) dari negara-negara terhadap reservation, maka PBB dalam kasus Genoside 1951 menerapkan Advisory opinion Mahkamah internasional untuk menyelesaikan masalah persyaratan ini.


BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
·         Reservasi (persyaratan) merupakan pranata hukum internasional yang sangat relevan dengan kebutuhan negara-negara akan aturan hukum internasional yang mana sumbernya dari perjanjian internasional. Reservasi juga memberikan kepastian akan bisanya dikecualikan beberapa ketentuan yang bertentangan dengan keinginnan Negara-negara akan aturan internasional selama itu tidak bertentangan dengan maksud dan tujuan dari perjanjian itu sendiri. Dengan adanya persyaratan, kedaulatan tiap-tiap negara juga terakomodasi dalam perjanjian.
·         Pada kasus Genocide, Advisory opinion Mahkamah Internasional sudah Preskriftip (apa yang seyogyanya), dengan pertimbangan-pertimbangan yang telah dijelaskan sebelumnya, di tambah penulis memberikan Apreasi bagi Mahkamah internasional yang sangat mapan mempergunakan Prespektif hukum murni dalam kasus ini.
·         Tehnik yang dapat digunakan agar sedapat mungkin mencapai persetujuan antara negara perunding adalah selama perundingan dapat memutuskan mengenai naskah reservasi yang dirumuskan secara tepat yang diperbolehkan atau dengan merumuskan lebih jauh lagi dengan menetapkan hanya negara-negara tertentu yang diperbolehkan membuat reservasi yang kemudian diletakkan sebagai lampiran atau perjanjian memuat ketentuan bahwa hanya reservasi itu saja yang diperbolehkan.

3.2 Saran
·         Dalam pembuatan perjanjian internasional, kemampuan suatu negara untuk membuat reservasi, menunjukkan adanya asas kedaulatan negara dimana suatu negara dapat menolak kesepakatannya terhadap ketentuan-ketentuan tertentu dalam perjanjian internasional, sehingga dengan demikian ketentuan-ketentuan itu tidak mengikat Negara tersebut. Namun hal ini dapat membahayakan beroperasinya perjanjian secara keseluruhan.
·         Mengenai sistem suara bulat bagi reservation menurut hemat penulis merupakan sebuah kegagalan awal dari perjanjian dan persyaratan itu sendiri, dikarenakan dalam hal ini bisa saja negara menolak untuk meratifikasi disebabkan bertentangan dengan kedaulatannya dimana perlu diingat bahwa persyaratan merupakan implikasi dari sebuah kedaulatan. Dengan adanya sistem pan Amerika yang kembali menurut hemat penulis merupakan mekanisme yang tepat bagi reservasi karena cukup luwes dan akomodasi untuk kedaulatan negara-negara yang ingin mengikatkan dirinya pada suatu konvensi.


DAFTAR PUSTAKA

Parthiana, I Wayan. 2002. Hukum Perjanjian Internasional Bagian 1.Bandung.
Prajogo, Soesilo. 2007. Kamus Hukum Internasional dan Indonesia, Cetakan pertama.
Adolf, Haula. 2004. Hukum perdagangan internasional. Bandung
“Konvensi Wina 1969 Tentang Penjanjian Internasional” Foto Copy Naskah Transletnya
                  ke Bahasa Indonesia.
Suryokusumo dan Sumaryo. 2008. Hukum Perjanjian Internasional. Jakarta.








Saturday, September 14, 2013

laporan perlindungan tanaman









KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan lengkap hasil penelitian ini tepat pada waktunya. Maksud dan tujuan dari pembuatan laporan  ini tidaklah lain untuk melengkapi tugas yang diberikan oleh guru pembimbing.
Tak lupa kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada guru pembimbing mata kuliah dasar-dasar perlindungan tanaman atas petunjuk dan bantuannya dalam menyelesaikan laporan ini. Selain itu, terima kasih juga kami ucapkan kepada segenap pihak yang terlibat dalam penyusunan laporan ini baik yang secara langsung maupun tidak langsung.
Demikian yang dapat kami sampaikan sebagai pengantar. Besar harapan kami untuk bisa memperoleh masukan, saran, dan kritik yang sifatnya membangun dari siapapun yang membaca laporan ini demi kesempurnaan penyusunan laporan berikutnya. Sekian dan terima kasih.










BAB I
PENDAHULUAN

1.1.      Latar belakang
Jagung Zea mays L. Merupakan tanaman berumah satu Monoecious dimana letak bunga jantan terpisah dengan bunga betina pada satu tanaman. Jagung termasuk tanaman C4 yang mampu beradaptasi baik pada faktor-faktor pembatas pertumbuhan hasil. Daun tanaman C4 sebagai agen penghasil fotosintat yang kemudian didistribusikan, memiliki sel-sel seludang pelbuluh yang mengandung klorofil. Di dalam sel ini terjadi dekarboksilasi malat dan aspartat yang menghasilkan CO2 yang kemudian memasukki siklus calvin membentuk pati dan sukrosa. Di tinjau dari segi kondisi lingkungan, tanaman C4 teradaptasi pada terbatasnya banyak faktor seperti intensitas radiasai surya tinggi dengan suhu siang dan malam yang tinggi, curah hujan yang rendah dengan cahaya musiman tinggi disertai suhu yang tinggi, serta kesuburan tanah yang relatif rendah.
Sifat-sifat menguntungkan dari jagung sebagai  tanaman C4 antara lain aktifitas fotosintesis pada keadaan normal relatif tinggi, fotorespirasi sangat rendah, transpirasi rendah serta efisien dalam penggunaan air. Sifat-sifat tersebut merupakan sifat fisiologis dan anatomis yang sangat menguntungkan dalam kaitannya dengan hasil.


Tanaman Jagung telah lama dibudidayakan di Indonesia, akan tetapi rata-rata hasilnya relatif lebih rendah, rendahnya hasil jagung terutama disebabkan oleh
pengelolaan tanah dan tanaman yang belum mencapai kondisi optimal bagi pertumbuhannya, seperti pemupukan yang belum memadai dan kondisi lahan yang bersifat masam.


Cabe merupakan tanaman perdu dari famili terong-terongan (solanaceae.) yang memiliki nama ilmiah Capsicum sp. Cabe berasal dari benua Amerika tepatnya daerah Peru dan menyebar ke negara-negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk Negara Indonesia. Selain di Indonesia, ia juga tumbuh dan populer sebagai bumbu masakan di negara-negara Asia Tenggara lainnya. Di Malaysia dan Singapura ia dinamakan cili padi, di Filipina siling labuyo, dan di Thailand phrik khi nu. Di Kerala, India, terdapat masakan tradisional yang menggunakan cabai rawit dan dinamakan kanthari mulagu. Dalam bahasa Inggris ia dikenal dengan nama Thai pepper atau bird’s eye chili pepper.
Buah cabai rawit berubah warnanya dari hijau menjadi merah saat matang. Meskipun ukurannya lebih kecil daripada varitas cabai lainnya, ia dianggap cukup pedas karena kepedasannya mencapai 50.000 – 100.000 pada skala Scoville. Cabai rawit biasa di jual di pasar-pasar bersama dengan varitas cabai lainnya.
Cabai rawit dapat tumbuh baik didataran tinggi , maupu di dataran rendah . bertanam cabai rawit dapat memberikan nila ekonomi yang cukup tinggi apabila diusahakan dengan sungguh – sungguh .Satu hektar tanaman cabai rawit mampu menghasilkan 8 ton buah cabai rawit karena tanaman cabai rawit dapat kita usahakan selama dua sampai dua setengah tahun selama musim tanam .
Tanaman cabai rawit menyukai daerah kering, dan ditemukan pada ketinggian 0,5-1.250 m dpl. Perdu setahun, percabangan banyak, tinggi 50-100 cm. Batangnya berbuku-buku atau bagian atas bersudut. Daun tunggal, bertangkai, letak berselingan. Helaian daun bulat telur, ujung meruncing, pangkal menyempit, tepi rata, pertulangan menyirip, panjang 5-9,5 cm, lebar 1,5-5,5 cm, berwarna hijau. Bunga keluar dari ketiak daun, mahkota bentuk bintang, bunga tunggal atau 2-3 bunga letaknya berdekatan, berwarna putih, putih kehijauan, kadang-kadang ungu. Buahnya buah buni, tegak, kadang-kadang merunduk, berbentuk bulat telur, lurus atau bengkok, ujung meruncing, panjang 1-3 cm, lebar 2,5-12 mm, bertangkai panjang, dan rasanya pedas. Buah muda berwarna hijau tua, putih kehijauan, atau putih, buah yang masa.k berwarna merah terang. Bijinya banyak, bulat pipih, berdiameter 2-2,5 mm, berwarna kuning kotor. Cabai rawit terdiri dari tiga varietas, yaitu cengek leutik yang buahnya kecil, berwarna hijau, dan berdiri tegak pada tangkainya; cengek domba (cengek bodas) yang buahnya lebih besar dari cengek leutik, buah muda berwarna putih, setelah tua menjadi jingga; dan ceplik yang buahnya besar, selagi muda berwarna hijau dan setelah tua menjadi merah. Buahnya digunakan sebagai sayuran, bumbu masak, acar, dan asinan. Daun muda dapat dikukus untuk lalap.Cabal rawit dapat diperbanyak dengan biji.






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1                                              Asal usul tanaman jagung

Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung (dari biji, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi.

Banyak pendapat dan teori mengenai asal tanaman jagung, tetapi secara umum para ahli sependapat bahwa jagung berasal dari Amerika Tengah atau Amerika Selatan. Jagung secara historis terkait erat dengan suku Indian, yang telah menjadikan jagung sebagai bahan makanan sejak 10.000 tahun yang lalu.

• Teori Asal Asia

Tanaman jagung yang ada di wilayah Asia diduga berasal dari Himalaya. Hal ini ditandai oleh ditemukannya tanaman keturunan jali (jagung jali, Coix spp) dengan famili Aropogoneae.Kedua spesies ini mempunyai lima pasang kromosom. Namun teori ini tidak mendapat banyak dukungan.

• Teori Asal Andean

Tanaman jagung berasal dari dataran tinggi Andean Peru, Bolivia, dan kuador. Hal ini dukung oleh hipotesis bahwa jagung berasal dari Amerika elatan dan jagung Andean mempunyai keragaman genetic yang luas terutama di daratan tinggi peru. kelemahan teori inia adalah ditemukannya kerabat liar seperti teosinte di dataran tinggi tersebut. Mangelsdorf seorang ahli biologi evolusi yang menghususkan perhatian pada tanamn jagung menampik hipotesis ini.

• Teori Asal Meksiko

Banyak ilmuwan percaya bahwa jagung berasal dari Meksiko, karena jagung dan spesies liar jagung teosinte sejak lama ditemukan di daerah tersebut, dan masih ada di habitat asli hingga sekarang. Ini juga mendukung ditemukannya fosil tepung sari dan tongkol jagung dalam gua, dan kedua spesies mempunyai keragaman genetic yang luas. Teosinte dipercaya sebagai nenek moyang tanaman jagung. Jagung telah dibudidayakan di Amerika Tengah mecsiko bagian selatan sekitar 8000 – 10.000 tahun yang lalu.dari penggalian di temukan jagung berukuran kecil, yang diperkirakan usianya mencapai sekitar 7000 tahun. Menurut pendapat beberapa ahli botani teosinte Zea mays spp.sebagai nenek moyang tanaman jagung merupakan tumbuhan liar yang berasal
1.2                                              Botani Tanaman Jagung

 Klasifikasi Tanaman :
Ø

Kingdom : Plantae (Tumbuhan
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae (suku rumput-rumputan)
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.
Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1m sampai 3m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6m. Tinggi tanaman biasa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan. Meskipun beberapa varietas dapat menghasilkan anakan (seperti padi), pada umumnya jagung tidak memiliki kemampuan ini.

 Jagung hibrida di ladang.
Ø
Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman.

Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gandum. Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk roset. Batang beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin.

Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang. Antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stoma pada daun jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki familia Poaceae. Setiap stoma dikelilingi sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun.

Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku Poaceae, yang disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh sepasang glumae (tunggal: gluma). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (protandri).

1.3 Syarat Tumbuh
Jagung ini kebanyakan ditanam di dataran rendah baik, sawah tadah hujan maupun sawah irigasi. Sebahagian terdapat juga di daerah pergunungan pada ketinggian 1000- 1800 m di atas permukaan laut.


 Tanah
Ø 
Tanah yang dikehendaki adalah gembur dan subur, kerana tanaman jagung memerlukan aerasi dan pengairan yang baik. Jagung dapat tumbuh baik pada berbagai macam tanah. Tanah lempung berdebu adalah yang paling baik bagi pertumbuhannya. Tanah-tanah berat masih dapat ditanami jagung dengan pengerjaan tanah lebih sering selama pertumbuhannya, sehingga aerasi dalam tanah berlangsung dengan baik.

Air tanah yang berlebihan dibuang melalui saluran pengairan yang dibuat diantara barisan jagung. Kemasaman tanah (pH) yang terbaik untuk jagung adalah sekittir 5,5 – 7,0. Tanah dengan kemiringan tidak lebih dari 8% masih dapat ditanami jagung dengan arah barisan tegak lurus terhadap miringnya tanah, dengan maksud untuk mencegah keganasan erosi yang terjadi pada waktu turun hujan besar,

 Iklim
Ø 
Faktor-faktor iklim yang terpenting adalah jumlah dan pembagian dari sinar matahari dan curah hujan, temperatur, kelembaban dan angin. Tempat penanaman jagung harus mendapatkan sinar matahari cukup dan jangan terlindung oleh pohon-Pohonan atau bangunan. Bila tidak terdapat penyinaran dari matahari, hasilnya akan berkurang. Temperatur optimum untuk pertumbuhan jagung adalah antara 23 – 27 C.

1.4 Program pemuliaan pada tanaman jagung
Pemuliaan tanaman merupakan suatu metode eksploitasi potensi genetik tanaman untuk mendapatkan kultivar atau varietas unggul baru yang berdaya hasil dan berkualitas tinggi pada kondisi lingkungan tertentu (Guzhov 1989, Stoskopf et al. 1993, Shivanna and Sawhney 1997, Mayo 1980). Eksploitasi potensi genetik tanaman semakin gencar setelah dicetuskannya revolusi hijau. Sejak itu, pemulia tanaman telah berhasil memperbaiki tanaman untuk sifat kualitatif maupun kuantitatif yang mempengaruhi penampilan agronomis maupun preferensi konsumen menggunakan pengamatan fenotipik yang dibantu dengan metode statistik yang tepat. Beberapa masalah yang sering muncul melalui pendekatan tersebut seperti yang disarikan oleh Lamadji et al. (1999) di antaranya adalah (i) memerlukan waktu yang cukup lama; (ii) kesulitan memilih dengan tepat gen-gen yang menjadi target seleksi untuk diekspresikan pada sifat-sifat morfologi atau agronomi karena penampilan fenotipe tanaman bukan hanya ditentukan oleh komposisi genetik, tetapi juga oleh lingkungan tumbuh tanaman; (iii) rendahnya frekuensi individu yang diinginkan yang berada dalam populasi seleksi yang besar untuk mendapat hasil yang valid secara statistik; (iv) fenomena pautan gen antara sifat yang diinginkan dengan sifat tidak diinginkan sulit dipisahkan saat melakukan persilangan. Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi molekuler pada awal tahun 80an, telah ditemukan teknologi molekuler berbasis DNA. Markah molekuler merupakan alat yang sangat baik bagi pemulia dan ahli genetik untuk menganalisis genom tanaman. Sistem ini telah merevolusi bidang pemetaan genetik, antara lain dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan keragaman genetik, klasifikasi dan filogeni yang berhubungan dengan pengelolaan plasma nutfah, dan alat bantu dalam pemuliaan dan seleksi melalui penandaan gen. Pada akhirnya dapat digunakan sebagai suatu cara untuk pengklonan gen yang difasilitasi oleh peta markah molekuler. Tulisan ini membahas beberapa strategi pemanfaatan markah molekuler dalam pemuliaan jagung.

Markah molekuler adalah suatu penanda pada level DNA yang menawarkan keleluasaan dalam meningkatkan efisiensi pemuliaan konvensional dengan melakukan seleksi tidak langsung pada karakter yang diinginkan, yaitu pada markah yang terkait dengan karakter tersebut. Markah molekuler tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan dapat terdeteksi pada semua fase pertumbuhan tanaman. Oleh karena markah molekuler dapat mengkarakterisasi ,galur-galur secara langsung dan tepat pada level DNA sehingga dapat dibentuk kelompok heterotik dan pola heterotik, yang dapat memandu para pemulia dalam menyeleksi kandidat tetua hibrida secara cepat, tepat, dan efisien. Selain itu, markah-markah tersebut dapat bermanfaat dalam mengidentifikasi perbedaan tanaman secara individu melalui profilprofil unik secara alelik yang diaplikasikan dalam perlindungan kultivar tanaman. Kemiripan genetik dari dua genotipe dapat diperkirakan secara tidak,langsung dari data pedigree dan melalui markah molekuler (isozim, protein dan markah DNA). Markah DNA dapat digunakan pula sebagai alat bantu seleksi (MAS = Marker-Assisted Selection), di mana seleksi hanya didasarkan pada sifat genetik tanaman, tanpa intervensi faktor lingkungan. Dengan demikian, pemuliaan tanaman menjadi lebih tepat, cepat dan relatif lebih hemat biaya dan waktu.Teknologi markah molekuler
dari lembah sungai Balsas. Lembah di meksiko selatan. Bukti genetic antropologi arkeologi menunjukkan bahwa daerah asal jagung adalah di Amerika Selatan daerah ini jagung tersebar dan di tanam di seluruh dunia.










III. BAHAN DAN METODE

A.      Waktu dan Tempat
Praktikum ini di laksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Islam Riau, Jalan Kaharuddin Nasution Km 11, Kelurahan simpang tiga, Kecamatan Bukit Raya, Kotamadya Pekanbaru. Waktu praktikum di laksanakan selama 3 bulan yang di mulai dari bulan April Sampai Juni 2013.

B.       Bahan dan Alat
Bahan – bahan yang di gunakan dalam pelaksanaan praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.      Benih jagung manis (Sweet Boy)
2.      Pupuk NPK
3.      Pupuk kandang
Sedangkan alat – alat yang di gunakan adalah sebagai berikut :
1.    Gembor
2.    Sabit
3.    Cangkul
4.    Garu
5.    Meteran
6.    Alat tulis




C.      Pelaksanaan Praktikum
1.      Pengerjaan lahan
            Pekerjaan pertama yang dilakukan adalah mencangkul tanah dengan tujuan membalik dan menggemburkan tanah. Kemudian tanah digaru dan batu, bongkahan tanah dan sisa gulma dibersihkan. Sisa gulma yang telah dipisahkan dibakar di atas bedengan. Setelah itu dibentuk bedengan dengan  ukuran 5 x 5 m. Selanjutnya pembuatan lubang tanam dengan jarak tanam ukuran 40 x 60 cm .

2.   Pemberian pupuk kandang dan pupuk dasar.
            Pupuk kandang  yang sudah  matang diberikan pada setiap bedengan setelah dilakukan pengolahan tanah. Masing – masing bedengan diberikan 1 karung pupuk kandang. Bersamaan dengan penanaman diberikan pupuk NPK.

3.      Penanaman
            Penanaman jagung dilakukan secara serentak. Penanaman dilakukan dengan  cara tugal dengan kedalaman tugal 5 cm  dengan jumlah 1benih  per lubang tanam. Penyisipan dilakukan seminggu setelah tanam, terhadap benih yang tidak tumbuh.

4.   Pemupukan
            Pada tanaman jagung pemupukan pertama diberikan NPK bersamaan dengan waktu penanaman. Pada saat tanaman berumur 30 hari dilakukan pemberian pupuk NPK kedua kalinya .



5.  Pemeliharaan
a.       Penyiraman
Penyiraman dilakukan dengan melihat kondisi kelembaban tanah. Hal ini menyangkut ketersediaan air bagi pertumbuhan tanaman. Apabila di rasa kurang air perlu dilakukan penyiraman. Akan tetapi penyiraman biasanya dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari.
b.       Penyiangan
Penyiangan akan dilakukan dengan memperhatikan jumlah populasi gulma, apabila sudah berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan tanaman barulah dilakukan penyiangan.
c.       Penyulaman
Penyulaman dilakukan terhadap bibit tanaman yang rusak ataupun mati.

6.  Pengendalian Hama, Penyakit, dan Gulma
            Untuk melakukan pengendalian terhadap hama dan penyakit biasa dilakukan upaya preventif berupa tindakan – tindakan agronomis. Selanjutnya pengendalian dilakukan sesuai dengan materi praktikum
a.       Hama yang menyerang :
-          Semut menyerang jagung saat penanaman, pengendalian dilakukan dengan memberikan furadan.
-          Lalat Buah menyerang jagung, pengendalian dilakukan dengan peyemprotan Petrogenol.
b.      Penyakit yang menyerang tidak ada
c.       Untuk gulma, pengendalian dilakukan secara mekanis yaitu dengan menyiang tanaman menggunakan tangan dan menggunakan cangkul.

D.      Parameter Pengamatan
                   Adapun para meter yang diambil dalam Praktikum diantaranya :
1.        Tinggi Tanaman
                   Pengamatan tinggi tanaman dilakukan dengan menghitung jumlah tinggi ketika munculnya tunas pada tanaman, dengan menentukan 5 sampel.
2.        Jumlah Buah
            Pengukuran jumlah buah dilakukan pada tanaman yang sudah muncul pucuk buah sampai terbentuknya buah , dengan menentukan 5 sampel.
3.        Jumlah Panjang Tongkol
            Perhitungan panjang tongkol dilakukan pada saat tanaman sudah terjadinya perkawinan dan terjadinya buah dan pada saat munculnya pucuk buah dihitung dari munculnya buah sampai panen, dengan menentukan 5 sampel.
4.      Jumlah Biji buah Jagung Per Tongkol
            Perhitungan jumlah biji jagung per tongkol dilakukan pada saat kita melakukan pemanenan di lakukan penghitungan biji, dengan menetukan 5 sampel.







 
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Tinggi Tanaman ( cm )

Minggu
Pengamatan
Tinggi tanaman (cm)
1
2
3
4
5
Minggu 1
23
22
20
19
17
Minggu 2
44
42
34
35
22
Minggu 3
72
71
72
79
79
Minggu 4
113
96
143
120
118
Minggu 5
145
130
135
150
159
Minggu 6
245
167
221
210
215
Minggu 7
235
219
220
237
222
Minggu 8
265
222
210
212
228

Berdasarkan data pengamatan tinggi tanaman jagung dapat diketahui bahwa rata – rata tanaman jagung pada praktikum ini memiliki pertumbuhan tinggi yang baik. Hal ini berarati pertumbuhan vegetatif dari tanaman jagung maksimal, dikarenakan tindakan agronomi yang sesuai dan terpenuhnya kebutuhan hara makro dan mikro. Jumlah pupuk dan waktu pemupukan yang tepat memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan tinggi tanaman jagung.




B.     Jumlah Buah
Minggu
Pengamatan
Jumlah Buah
1
2
3
4
5
Minggu 1
-
-
-
-
-
Minggu 2
-
-
-
-
-
Minggu 3
-
-
-
-
-
Minggu 4
-
-
-
-
-
Minggu 5
-
-
-
-
-
Minggu 6
1
1
1
1
1
Minggu 7
1
1
1
1
1
Minggu 8
1
1
1
1
1

Berdasarkan data pengamatan  jumlah  buah  tanaman jagung dapat diketahui bahwa rata – rata tanaman jagung pada praktikum ini memiliki pertumbuhan vegetatif yang baik. Hal ini berarati tanaman jagung maksimal, dikarenakan tindakan agronomi yang sesuai dan terpenuhnya kebutuhan hara makro dan mikro. Jumlah pupuk dan waktu pemupukan yang tepat memberikan pengaruh yang positif terhadap pertambahan ukuran buah jagung . Selain itu hal ini juga disebabkan pengaruh faktor lingkungan seperti curah hujan dan intensitas cahaya yang baik selama praktikum.






C.       Panjang Tongkol Jagung
Minggu
Pengamatan
Panjang Tongkol jagung
1
2
3
4
5
Minggu 1
-
-
-
-
-
Minggu 2
-
-
-
-
-
Minggu 3
-
-
-
-
-
Minggu 4
-
-
-
-
-
Minggu 5
-
-
-
-
-
Minggu 6
5
4
7
5
6
Minggu 7
15
15
16
17
14
Minggu 8
25
29
27
26
30

Berdasarkan data pengamatan  panjang tongkol jagung dapat diketahui bahwa pertumbuhan tongkol sangatlah baik dikarnakan setipa minggunya terjadinya penabahan ukuran tongkol dan penambahan diameter tongkol ini berarti pertumbuhan vegetatif tanaman jagung  sangat baik. Selain hal ini juga disebabkan pengaruh faktor lingkungan seperti curah hujan, intensitas cahaya dan pengendalian hama lalat buah yang baik selama praktikum.







D.       Jumlah Biji Buah Jagung Per Tongkol
Minggu
Pengamatan
Jumlah Biji Per Tongkol
1
2
3
4
5
Minggu 1
-
-
-
-
-
Minggu 2
-
-
-
-
-
Minggu 3
-
-
-
-
-
Minggu 4
-
-
-
-
-
Minggu 5
-
-
-
-
-
Minggu 6
-
-
-
-
-
Minggu 7
-
-
-
-
-
Minggu 8
252
258
245
236
249

Berdasarkan data pengamatan  jumlah biji buah jagung per tongkol dapat diketahui bahwa jumlah biji tanaman jagung per tongkol berbeda dari tongkol tanaman jagung yang satu dengan tanaman jagung yang lainnya mungkin disebabakan kurangnya unsur hara dan air yang diserap oleh tanaman jagung karna pada saat dilakukan praktikum ini dilaksanakan pada musim kemarau sehingga berpengaruh terhadap diameter tongkol dan  ukuran tongkol yang dihasilkan setiap tanaman.






BAB VI
PANUTUP
A.    Simpulan
1.      Pupuk Urea adalah pupuk kimia yang mengandung Nitrogen (N) berkadar tinggi. Unsur Nitrogen merupakan zat hara yang sangat diperlukan tanaman.
2.      Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok.
3.      Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif.
4.      Selain sebagai bahan pangan dan bahan baku pakan, saat ini jagung juga dijadikan sebagai sumber energi alternatif. Lebih dari itu, saripati jagung dapat diubah menjadi polimer sebagai bahan campuran pengganti fungsi utama plastik.
5.      Pada perlakuan P0 (tanpa pupuk) dan P1 (50 gram) dengan pemakaian pupuk urea, dimana hasil pertumbuhannya yaitu jumlah daun 5 helai, daun pinggir menguning 1 helai, daun menggulung tidak ada, dan daun segar 4 helai.
6.      Jumlah daun pada perlakuan P2 (100 gram) dan P3 (150 gram) sebanyak 3 helai, Hal ini disebabkan karena tanaman kelebihan N (Nitrogen) sehingga menghambat pertumbuhan tanaman, dimana batang-batang lemah dan mudah roboh juga rentang terhadap penyakit.

B.     Saran
Apabila melakukan penanaman, sebaiknya memperhatikan terlebih dahulu jenis tanaman yang akan ditanam, media atau tempat menanam. Karena kebutuhan tanaman akan unsur hara dan bahan organik  berbeda-beda, begitu pula dengan tanah mengandung unsur hara yang berbeda pula, sehingga pemberian pupuk pada tanah dan tanaman berbeda-beda.

DAFTAR PUSTAKA

Dahlan M, Pembentukan benih jagung Hibrida, Risalah lokakarya produksi benih hibrida, hal 1-13 (Malang: Balai penelitian tanaman pangan, 1992)

Lamadji, M.J., L. Hakim, dan Rustidja. 1999. Akselerasi pertanian tangguh melalui pemuliaan nonkonvensional. Prosiding Simposium V Pemuliaan Tanaman. PERIPI Komda Jawa Timur. p. 28-32.
AAK, 1993. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Kanisius, Jakarta.
Aditya, Agus. 2009. Pengaruh Pupuk Urea. Di akses pada tanggal 28 Januari 2012.
Hakim, N. 1896. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Lampung, Lampung.
Harry, Dwi. 2010. Asal Usul Tanaman Jagung. Di akses pada tanggal 28 Januari
2012.
Poerwowidodo. 1992. Pupuk dan Cara Pemupukan. PT. Asdi Mahasatya, Jakarta.




Lampiran 1. Jadwal Kegiatan

No

Kegiatan Praktikum
Bulan/Tahun 2012
Maret
April
Mei
Juni
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1

Pembersihan lahan
X















2
Pembuatan bedengan

X














3
Pemupukan dasar


X













4
Penanaman jagung



X












5
Penyulaman




X
X
X
X
X
X
X
X




6
Pengisian polibeg




X
X
X
X
X
X
X
X




7
Penyiangan sampel






X
X
X
X
X





8
Penyiraman
















9
Pembuatan laporan













X













Lampiran 2. Dokumentasi