BAB II BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Segala sesuatu yang ada di dunia ini erat
hubungannya satu sama lain. Antara manusia dengan manusia, manusia dengan
hewan, manusia dengan tumbuh-tumbuhan, dan bahkan antara manusia dan
benda-benda mati sekalipun. Dari berbagai macam bentuk komponen lingkungan
hidup diatas diatas memepunyai peranan penting dalam hukm lingkungan, maka dari
pada itu sudah dapat kita menggambarkan secara jelas apa yang akan terjadi
apabila komponen-kompomen diatas tidak dijaga dengan baik. Tapi dari komponen
diatas ada yang sangat berperan penting yaitu manusia, yang mana manusia sangat
dianggap mempunyai kelebihan dai komponen-komponen diatas. Karena manusia
dianggap sebagai yang mempunyai akal dan bisa membedakan yanga baik dan yang
buruk, tapi pada saat ini manusia yang mana bisa dikatakan sebagi pemimpin dari
lingkungan.
Maka diantara lingkungan yang begitu penting
untuk dijaga, dan terbentuklah sebuah gagasan yang mana akan memebawa
masyarakat dalam pengetahuan, yang memberi petunjuk penting betapa pentingnya
peran serta masyarakat dalam menjaga, dan pengelolaan lingkungan. Namun apakah
yang akan dilakukan, apa yang seharusnya terjadi dengan alam apabila alam sudah
tidak stbil lagi, tapi apabila masyarakat menyadari sepenuhnya akan bahaya apa
yang akan terjadi apabila alam rusak, maka masyarakat harus menjaga lingkungan
tetap terjaga dengan utuh.
Sesuai dengan Deklarasi Stockholm, yang mana
timbul kesadaran dunia internacional akan dampak lingkungan pada jangka
panjang. Perhatian terhadap masalah lingkungan hidup ini dimulai pada awal
sering terjadinya dampak penyakit, yang disebabkan oleh rusaknya lingkungan.
Masyrakatlah yang akan menjadi ujung tombak dari permaslahan lingkungan dari
sekarang dan seterusnya.
B. Rumusan Masalah
Masalah pada saat ini adalah apakah
lingkungan tetap bertahan, utuh, dan terjaga, tentunya ini semua akan menjadi
pertanyaan besar, yang mana lingkungan pada saat ini sudah tidak seperti
biasanya, alam sudah mulai menunjukkan ketidak puasannya terhadap manusia, maka
daripada itu, sering terjadinya bencana alam yang mengakibatkan kerusakan
dimuka bumi ini. Tapi kita lihat ini semua tidak lepas dari ulah nanusia itu
sendiri. Dewasa ini telah bermunculan beberapa produk hukum yang mengatur
bagaimana cara mengelola lingkungan yang baik dan sesuai dengan aturan yang
ada. Tentunya aturan yang ada dibawah naungan pemerintahan, dan peran serta
masyarakat.
C. Ruang Lingkup
Makalah ini akan membahas sebagian dari
pengetahuan tentang masyarakat dan lingkungan, yang mana dalam makalah ini
penulis akan menyampaikan secara singkat apa-apa saja yang akan dilakukan
masyarakat dalam menjaga keutuhan linkugan hidup, baik organik maupun non
organik, dan ditambah lagi akan sadarnya dunia internacional yang telah
mengadakan Deklarasi Stockholm yang beranggotakan 113 negara. Tapi dalam
makalah ini tidak menjabarkan secara keseuluruhan akan pengetahuan tentang
hukum lingkungan, dalam makahah ini hanya menjabarkan secara ringkas tentang
peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Dari peran serta, hak,
kewajiban masyarakat dalam pengelolaan lingkungan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masyarakat
dan Lingkungan
Sebagaimana tercantum
dalam Undang-Undang No.23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Pasal 7 ayat (1): Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya
untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup; ayat (2): pelaksanaan ketentuan
pada ayat 1, dilakukan dengan cara: meningkatkan kemandirian, keberdayaan
masyarakat dan kemitraan; menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan
masyarakat; menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan
social; memberikan saran pendapat; menyampaikan informasi dan/atau menyampaikan
laporan.
Kenyataan yang ada saat
ini, apa yang diamanatkan dalam undang-undang tersebut, belum benar-benar
diterapkan baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri. kesadaran
masyarakat untuk melestarikan lingkungannya masih sangat rendah. Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) adalah upaya dari pemerintah untuk
membangun kesadaran dan memberdayakan masyarakat.
Dalam
kajian yang sangat nyata bahwa jelas lingkungan dan masyarakat merupakan
hubungan yang tidak bisa dipisahkan, apabila dua unsure ini sudah tidak
seimbang lagi maka sudah dapat apa yang kita bayangkan apa yang akan terjadi,
pada saat ini sudah dapat kita rasakan akibat keganasan alam, dari ulah manusia
sendiri yang sudah tidak pernah menyadari kalau alam akan murka apabila sudah
tidak diperhatikan.
B. Peran Masyarakat Dalam Pelestarian Lingkungan
Kesadaran masyarakat
yang masih rendah terhadap pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup, menjadi salah
satu penyebab semakin tingginya pemanasan global, cuaca ekstrim, bencana alam
seperti banjir, longsor, dll (Republika Newsroom, 2009). Kesadaran yang rendah
ini, dapat dilihat dari perilaku masyarakat kita sehari-hari, misalnya
kebiasaan membuang sampah sembarangan, kebiasaan membakar sampah, menebang
pohon sesukanya tanpa ada upaya penanaman kembali, pengambilan pasir pantai dan
penambangan bahan galian golongan C lainnya secara besar-besaran yang
menyebabkan tingkat abrasi sangat tinggi, dll.
Masyarakat dalam
mengelola lahan juga sering melakukan tindakan di luar batas-batas yang
seharusnya tidak boleh dilakukan. Misalnya, mereka yang punya lahan disepanjang
daerah aliran sungai, mereka akan membuka lahan sampai pada bibir sungai
(sempadan sungai) yang semestinya tidak boleh dibuka. Demikian juga disepanjang
sempadan pantai. Hal ini tentu akan memperparah kerusakan lingkungan.
Membangun kesadaran
masyarakat memang tidak segampang membalikkan telapak tangan. Perlu kerja sama
dari semua pihak, baik masyarakat, pemerintah maupun perusahaan (Widagdo, B,
2011). Perlu waktu yang cukup panjang untuk pelan-pelan membangun kesadaran
itu. Perlu contoh dan tauladan yang positif dan konsisten dari pihak-pihak
pengambil kebijakan.
C. Masyarakat dan Pemerintah dalam Rangka Meningkatkan
Kesadaran Mengelola Lingkungan yang Baik
Dari sisi para
pengambil kebijakan dalam hal ini pihak pemerintah, tentunya juga harus
mengambil kebijakan yang sebijak-bijaknya. Seyogyanya, kebijakan yang diambil
tidak hanya menghitung keuntungan ekonomi sesaat, tapi juga harus
memperhitungkan kepentingan sosial dan lingkungan. Karena bila menghitung
kerugian yang akan diderita akibat tidak memperhitungkan aspek sosial dan
lingkungan, kadang-kadang keuntungan ekonomi yang akan diperoleh tidak
sebanding dengan kerugian yang akan diderita.
Kebijakan yang ada
selama ini, selalu bersifat Top
Down tanpa melibatkkan masyarakat setempat. Sehingga sering kali
kebijakan yang ada bukanlah hal yang dibutuhkan oleh masyarakat. Selanjutnya
setelah program tersebut selesai, masyarakat juga tidak tahu fungsi dan manfaat
serta keuntungannya. Akibatnya, bangunan, atau hasil dari program tersebut
hanya terbengkalai begitu saja. Masyarakat juga tidak mau terlibat dalam
pemeliharaannya. Oleh karena itu sudah selayaknya kebijakan saat ini harus
dibalik menjadi kebijakan yang bersifat bottom
up, yaitu dengan melibatkan masyakarat lokal dari mulai
perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan. Dengan system ini diharapkan program
yang dilaksanakan benar-benar sesuai dengan kebutuhan atau dengan kondisi
masyarakat.
Tentu dengan melibatkan langsung mereka dalam
perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan, masyarakat akan merasa memiliki dan
bertanggung jawab terhadap program.
Menurut Mikkelsen dalam Anonimous
(2010), system partisipatif atau pendekatan dari bawah (bottom up) memiliki beberapa
keuntungan:
(1) data dikumpulkan, dikaji dan dicoba secara
langsung oleh pemakai;
(2) pemecahan masalah sendiri langsung dapat
dicoba selama berlangsung proses itu sendiri;
(3) menjadi meningkat penghargaan
atas masalah yang dihadapi para stakeholder, konteks kebudayaan
serta perubahan kondisi; (4) kelemahan dan kekuatan langsung dipahami oleh
mereka yang ikut dalam proses; dan
(5) semakin meningkat motivasi masyarakat
untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, karena mereka sendiri
memahami masalah yang dihadapi.
Banyak juga program-program
penghijauan yang sudah dilakukan oleh pemerintah, namun bibit tanaman kurang
sejalan dengan keinginan masyarakat. Yang ada di masyarakat, hanya
terkesan bagi-bagi bibit. Tidak ada tindak lanjut apakah bibit tersebut ditanam
atau tidak, tumbuh atau tidak. Masyarakat yang merasa tidak membutuhkan bibit
yang diberikan, tentu akan membiarkan bibit tersebut begitu saja. Sehingga
tingkat keberhasilan dari program seperti ini sangatlah kecil.
Jika masyarakat
dilibatkan secara aktif, akan lebih mudah untuk memasukkan muatan penyadaran
tentang pelestarian lingkungan kepada masyarakat itu sendiri. Jika sudah lebih
banyak masyakarat yang sadar bahwa memelihara dan melestarikan lingkungannya,
sedikit banyak tentu akan berdampak positif pada pengurangan pemanasan global.[1]
D. Peran Serta, Hak, dan Kewajiban, Masyrakat Terhadap
Lingkungan
1. Peran Serta
Masyarakat Terhadap Lingkungan
Untuk menjaga
lingkungan, kita bisa mulai dari diri dan keluarga kita masing-masing, misalnya
dengan membiasakan memisahkan sampah organik dan anorganik dan membuang sampah
tersebut pada tempatnya. Tidak membakar sampah, yang biasanya dianggap sebagai
cara paling praktis pada sebagian besar masyarakat. Menyediakan tempat sampah
di mobil sehingga tidak perlu membuang sampah di sepanjang jalan, serta
menyediakan tempat sampah ditempat-tempat umum lainnya.
Hal lain yang juga
sangat mudah untuk dilaksanakan adalah dengan membiasakan menanam dan
memelihara tanaman di sekitar tempat tinggal kita. Tidak harus tanaman besar,
tapi juga tanaman kecil dan semak seperti bunga-bungaan dan tanaman pagar. Bisa
dibayangkan jika semua rumah punya ruang terbuka hijau, berapapun ukurannya
(tentu juga disesuaikan dengan ukuran tanah yang dimiliki) tentu akan
memberikan dampak positif pada bumi kita ini. Pemanasan global pasti berkurang!
Seperti pepatah lama ‘sedikit-demi sedikit, lama-lama jadi menjadi bukit’
rasanya masih cukup relevan. [2]
2. Hak Atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat
Pasal 5 ayat (1)
UUPLH berbunyi :
“Setiap
orang memepunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.”
Hak
tersebut memberikan kepada yang memepunyai tuntutan yang sah guna meminta
kepentingannyaakan suatu lingkunagan hidup yang baik dan sehat itu dihormati,
sesuai tuntutan yang dapat didukung oleh prosedur hokum, dengan perlindungan
yang dapat didukung oleh pengadilan dan perangkat-perangkat lainnya.
Tuntutan
tersebut mempunyai dua fungsi yang berbeda yaitu sebagai berikut :
(a). hak pembela
diri terhadap gangguan dari luar yang menimbulkan kerugian pada lingkungannya,
dan
(b). pada hak
menuntut dilakukannya suatu tindakan agar linkungannya dapat dilestarikan,
dipulihkan atau diperbaiki,ditampung dalam pasal 20 ayat (2) dan (4) UUPLH
Pasal 34 UUPLH yang mengatur tentang ganti rugikepda orang dan atau melakukan
tindakan tertentu.
Dalam Pasai 34 ayat (1) UUPLH
dinyatakan bahwa tindakan tertentu meliputi misalnya :
(a). memasang atau
memperbaiki unitb pengelohan limbah sehingga limbah sesuai dengan buku mutu
lingkungan hidup yang ditentukan.
(b). memulihkan fungsi
lingkungan hidup
(c). Memusnahkan
penyebab timbulnya pencemaran lingkungan hidup.
Penegakan
peraturan perundang-undangan adalah perlu sekali bagi perlindungan hokum
lingkungan hidup seseorang.
Hak-hak
fundamental yang khusus dikaitkan pada lingkungan barulah beberapa tahun
terakhir ini. Hak atas lingkungan hidup yang sehat dan baik sebagaimana tertera
dalam berbagai konstitusi dikaitkan dengan kewajiban untuk melindungi
lingkungan hidup. Berarti bahwa lingkungan hidup dengan sumber-sumber dayanya
adalah kekayaan bersama yang dapat digunakan setiap orang yang harus dijaga
untuk kepentingan masyarakat dan untuk generasi-generasi yang akan dating.
Perlindungan lingkungan hidup dan dan sumber daya alamnya dengan demikian
mempunyai tujuan ganda, yaitu melayani kepentingan masyrakat secara keseluruhan
dan melayani kepentingan masyarakat secara keseluruhannya dan melayani
kepentingan individu-individu.
Maka
kesimpulan yang dapat dari atas adalah bahwa masyarakat mempunyai hak atas
lingkungan yang besih dan sehat, namun tak lepas dari peran masyarakat yang
cerdas dalam mengelola lingkungan yang baik. Apabia itu semua sudah terwujud
dengan nyata maka lingkungan yang akan datang dapat terjaga dengan baik.
3. Kewajiban Masyrakat Terhadap Lingkungan
Sebagaimana
mestinya kewajiban adalah awal untuk kita mendapatkan hak, namun dalam
beradaptasi sama lingkungan kewajiban juga menentukan hak apa yang kita dapat,
apabila kita berbuat sesuai dengan aturan yang ada maka hak yang kita dapat
juga setimpal. Namun dalam hal ini hak yang bagaimana yang kita dapatkan, yentunya hak yang telah
ditentukan diatas, dan masih banyak hak yang lain yang bisa kita dapatkan,
seperti hak mendapatkan informasi, dan sebaginya.
Tapi
itu semua akan diperhatikan apabila masyarakat sadar akan lingkungan yang ada,
dan kritis dalam menanggapi permasalahan-permasalahan ingkungan, terutama dalam
masalah perubahan ingkunagan. Begitu juga apabila masyrakat mengetahui ada
suatu permasalahan yang terjadi dalam lingkungan, sebaiknya masyarakat mengabarinya
kepada pemerintah agar ada tanggapan yang intensif, dan akan menghasilkan hasil
yang positif dalam menjaga lingkungan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada
hakikatnya manusia dan lingkungan hidup lainnya adalah sama-sama mahkluk
ciptaan tuhan, maka dari pada itu manusia merupakan khalifah dari semua mahkluk
yang ada. Namun yang menjadi persolan, apakah manusia bisa menjadi khalifah
yang diharapkan, tentunya tidak semua manusia bisa untuk menjadi khalifah
diantara mahkluk hidup yang lainnya. Jadi dalam makalah ini manusia sangat
perperan penting dalam mengelola lingkungan, baik dari hak maupun dari
kewajiban sebagai makhluk yang diaggap berakal. Dan tentunya kita berharap agar
dengan sadarnya manusia akan kerusakan jangka panjang yang akan dialami
oleh generasi yang datang apabila
lingkungan rusak.
B. Saran
Tentunya
kita sebagai manusia yang mempunyai akal pikiran yang baik dari lingkungan yang
yang ada, dari hewan, tumbuhan, batu-batuan, air, udara dan sebagainya, maka
sadar akan kerusakan yang terjadi apabila alam yang kapan bisa dilakukan oeh
kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Koesnadi Harjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah
Mada University
Press, Yogyakarta, 2005.
UU NO. 23 Tahun 1997
[2] Hukum Tata Lingkungan,
oleh Koesnadi Hardjasoemantri, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta 2005,
hlm 101.
No comments:
Post a Comment