KATA
PENGANTAR
Bismillahirohmanirrohim...
Puji dan Syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena atas ijin-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga tercurah kepada baginda Nabi Muhammad SAW, para
keluarganya, para sohabatnya dan semoga semua umatnya.
Makalah ini dibuat dimaksudkan untuk memenuhi salah satu
tugas yang disampaikan oleh yang terhormat Ir.Hj.T.Rosmawati,M.Si pada mata
kuliah yang disampaikan adalah Klimatologi.
Pada kesempatan ini pula, penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah memberikan masukan dan bahan kajian pada
makalah ini. Akhirnya penulis hanya dapat berharap mudah-mudahan makalah dapat
bermanfaat. Amin
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Perubahan iklim terjadi di berbagai
belahan dunia, sehingga menyebabkan perubahan pola curah hujan, kenaikan muka
air laut, dan suhu udara, serta peningkatan kejadian iklim ekstrim berupa
banjir dan kekeringan merupakan beberapa dampak serius perubahan iklim yang
dihadapi masyarakat dunia, termasuk Indonesia.
Alam yang salah atau akibat ulah
manusia yang serakah sehingga merusak alam, menurut beberapa ahli di Indonesia
perubahan iklim akan menyebabkan: (a) seluruh wilayah Indonesia mengalami
kenaikan suhu udara, dengan laju yang lebih rendah dibanding wilayah subtropis;
(b) wilayah selatan Indonesia mengalami penurunan curah hujan, sedangkan
wilayah utara akan mengalami peningkatan curah hujan. Perubahan pola hujan
tersebut menyebabkan berubahnya awal dan panjang musim hujan.
Di wilayah Indonesia bagian selatan,
musim hujan yang makin pendek akan menyulitkan upaya meningkatkan indeks
pertanaman (IP) apabila tidak tersedia varietas yang berumur lebih pendek dan
tanpa rehabilitasi ja-ringan irigasi. Meningkatnya hujan pada musim hujan
menyebabkan tingginya frekuensi kejadian banjir, sedangkan menurunnya hujan
pada musim kemarau akan meningkatkan risiko kekekeringan. Sebaliknya, di
wilayah Indonesia bagian utara, meningkatnya hujan pada musim hujan akan
meningkatkan peluang indeks penanaman, namun kondisi lahan tidak sebaik di
Jawa. Tren perubahan ini tentunya sangat berkaitan dengan sektor pertanian.
Strategi antisipasi dan teknologi
adaptasi terhadap perubahan iklim merupakan aspek kunci yang harus menjadi
rencana strategis Departemen Pertanian dalam rangka menyikapi perubahan iklim.
Hal ini bertujuan untuk mengembangkan pertanian yang tahan (resilience)
terhadap variabilitas iklim saat ini dan mendatang.
Upaya yang sistematis dan terintegrasi,
serta komitmen dan tanggung jawab bersama yang kuat dari berbagai pemangku
kepentingan sangat diperlukan guna menyelamatkan sektor pertanian. Untuk
mencapai tujuan tersebut, perlu disusun kebijakan kunci Departemen Pertanian
dalam rangka melaksanakan agenda adaptasi mulai tahun 2007 sampai 2050, yang
meliputi rencana aksi yang bersifat jangka pendek, jangka menengah, dan jangka
panjang.
Berdasarkan hal
tersebut penulis tertarik untuk mengkaji dan membahas masalah perubahan iklim khususnya yang terjadi pada sektor pertanian.
B. Tujuan
Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah:
Mengkaji permasalahan-permasalahan yang timbul akibat
perubahan iklim di Indonesia, khususnya pada sektor pertanian.
Membahas permasalahan tersebut secara mendalam khususnya
pada sektor pertanian.
BAB II
Pembahasan
Kajian Permasalahan Iklim pada
Sektor Pertanian
Perubahan iklim dengan segala
penyebabnya secara faktual sudah terjadi di tingkat lokal, regional maupun
global. Peningkatan emisi dan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) mengakibatkan
terjadinya pemanasan global, diikuti dengan naiknya tinggi permukaan air laut
akibat pemuaian dan pencairan es di wilayah kutub.
Naiknya tinggi permukaan air laut akan
meningkatkan energi yang tersimpan dalam atmosfer, sehingga mendorong
terjadinya perubahan iklim, antara lain El Nino dan La Nina. Fenomena El Nino
dan La Nina sangat berpengaruh terhadap kondisi cuaca/iklim di wilayah
Indonesia dengan geografis kepulauan. Sirkulasi antara benua Asia dan Australia
serta Samudera Pasifik dan Atlantik sangat berpengaruh, sehingga wilayah
Indonesia sangat rentan terhadap dampak dari perubahan iklim. Hal ini
diindikasikan dengan terjadinya berbagai peristiwa bencana alam yang intensitas
dan frekuensinya terus meningkat.
Fenomena El Nino adalah naiknya suhu di
Samudera Pasifik hingga menjadi 31°C, sehingga akan menyebabkan kekeringan yang
luar biasa di Indonesia. Dampak negatifnya antara lain adalah peningkatan
frekuensi dan luas kebakaran hutan, kegagalan panen, dan penurunan ketersediaan
air.
Fenomena La Nina merupakan kebalikan
dari El Nino, yaitu gejala menurunnya suhu permukaan Samudera Pasifik, yang
menyebabkan angin serta awan hujan ke Australia dan Asia Bagian Selatan,
termasuk Indonesia. Akibatnya, curah hujan tinggi disertai dengan angin topan
dan berdampak pada terjadinya bencana banjir dan longsor besar.
Perubahan iklim sudah berdampak pada
berbagai aspek kehidupan dan sektor pembangunan di Indonesia. Sektor kesehatan
manusia, infrastruktur, pesisir dan sektor lain yang terkait dengan
ketersediaan pangan (pertanian, kehutanan dan lainnya) telah mengalami dampak
perubahan tersebut.
Di sektor pertanian, sama dengan sektor
lainnya, belum ada studi tingkat nasional yang mengkaji dampak perubahan iklim
terhadap sumber daya iklim, lahan, dan sistem produksi pertanian (terutama
pangan). Beberapa studi masih dilakukan pada tingkat lokal, seperti pengkajian
dampak perubahan iklim pada hasil padi dengan menggunakan model simulasi.
Kerentanan suatu daerah terhadap
perubahan iklim atau tingkat ketahanan dan kemampuan beradaptasi terhadap
dampak perubahan iklim, bergantung pada struktur sosial-ekonomi, besarnya
dampak yang timbul, infrastruktur, dan teknologi yang tersedia. Di Indonesia,
upaya-upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sebenarnya telah dimulai sejak
tahun 1990, walaupun Indonesia tidak memiliki kewajiban untuk memenuhi target
penurunan emisi GRK. Untuk memperkuat pelaksanaan mitigasi dan adaptasi
perubahan iklim di Indonesia pada sektor pertanian, perlu ditetapkan strategi
nasional mitigasi dan adaptasi perubahan iklim secara ter-integrasi, yang
melibatkan berbagai instansi terkait.
Perlunya pemahaman yang baik terhadap
fenomena dan dampak perubahan iklim global pada sektor pertanian dan strategi
antisipasi yang harus dilakukan. Untuk itu, hasil kegiatan
penelitian/pengkajian dan adaptasi yang telah dilakukan oleh lembaga-lembaga
penelitian perlu diinventarisasi untuk dirumuskan dan disosialisasikan ke
berbagai kalangan.
Perlu penelitian/pengkajian yang lebih
komprehensif dan intensif terhadap komponen sumber daya, infrastruktur, dan
subsektor pertanian, serta daerah-daerah rawan atau yang telah terkena dampak
perubahan iklim, serta adaptasi yang telah, sedang dan akan diterapkan.
Dalam menghadapi dan menanggulangi
dampak perubahan iklim, terutama kekeringan dan banjir perlu adanya
(a) Standard Operating Procedure (SOP) tentang
informasi perubahan iklim serta mekanisme penyampaiannya ke pengguna terutama
petani, dan
(b) Sekolah Lapang Pertanian (SLP) yang
terintegrasi untuk berbagai aspek seperti pengelolaan informasi iklim/air,
pengendalian hama terpadu, agribisnis, dan lain-lain.
Program Penelitian Konsorsium “Dampak
Perubahan Iklim Terhadap Sektor Pertanian, Strategi Antisipasi, dan Teknologi
Adaptasi” dibangun dengan tujuan untuk:
(a) menggalang komunikasi di antara
Lembaga Penelitian/Perguruan Tinggi, baik nasional maupun internasional,
(b) mengintegrasikan dan mensinergikan
kegiatan-kegiatan penelitian yang berkaitan dengan perubahan iklim, dan
(c) melaksanakan penelitian secara
terintegrasi yang melibatkan berbagai lembaga penelitian dan perguruan tinggi.
Program penelitian konsorsium lebih
ditujukan pada pengkajian/analisis dampak biofisik (sumber daya, infrastruktur/
sarana, sistem produksi dan aspek sosial ekonomi), konsep strategi antisipasi,
mitigasi dan penanggulangan (adaptasi teknologi), dan membangun kemampuan
prediksi dan penyampaian informasi.
Kegiatan yang berkaitan dengan
perakitan teknologi, terutama varietas unggul, akan dikaitkan dengan program
penelitian balai penelitian komoditas. Penyusunan dan penyampaian hasil
prakiraan musim yang menjadi otoritas BMG perlu dilakukan lebih sering dan
cepat, minimal 4 kali setahun. Hasil prakiraan tersebut perlu diformulasikan
oleh Pokja Anomali Iklim dan Badan Litbang Pertanian, agar menjadi informasi
yang lebih aplikatif dan mudah dipahami penyuluh dan petani. Selanjutnya,
informasi matang tersebut perlu segera disampaikan kepada masyarakat pertanian
agar kegiatan adaptasi pertanian dapat segera dilakukan.
Selain melakukan adaptasi dan mitigasi
perubahan iklim, kita perlu memanfaatkan perubahan iklim tersebut, agar menjadi
“sahabat” dalam sektor pertanian.
Klimatologi merupakan ilmu tentang
atmosfer. Mirip dengan meteorologi, tapi berbeda dalam kajiannya, meteorologi
lebih mengkaji proses di atmosfer sedangkan klimatologi pada hasil akhir dari
proses-proses atmosfer.
Klimatologi berasal dari bahasa Yunani
Klima dan Logos yang masing-masing berarti
kemiringan (slope) yang di arahkan ke
Lintang tempat sedangkan Logos sendiri berarti Ilmu. Jadi definisi Klimatologi
adalah ilmu yang mencari gambaran dan penjelasan sifat iklim, mengapa iklim di
berbagai tempat di bumi berbeda , dan bagaimana kaitan antara iklim dan dengan
aktivitas manusia. Karena klimatologi memerlukan interpretasi dari data-data yang banyak
dehingga memerlukan statistik dalam pengerjaannya, orang-orang sering juga
mengatakan klimatologi sebagai meteorologi statistik (Tjasyono, 2004)
Iklim merupakan salah satu faktor
pembatas dalam proses pertumbuhan dan produksi tanaman. Jenis-jenis dan sifat-sifat iklim bisa
menentukkan jenis-jenis tanaman yang
tumbuh pada suatu daerah serta produksinya. Oleh karena itu kajian klimatologi
dalam bidang pertanian sangat diperlukan. Seiring dengan dengan semakin
berkembangnya isu pemanasan global dan akibatnya pada perubahan iklim, membuat
sektor pertanian begitu terpukul. Tidak teraturnya perilaku iklim dan perubahan
awal musim dan akhir musim seperti musim kemarau dan musim hujan membuat para
petani begitu susah untuk merencanakan masa tanam dan masa panen. Untuk daerah
tropis seperti indonesia, hujan merupakan faktor pembatas penting dalam
pertumbuhan dan produksi tanaman pertanian.
Selain hujan, unsur iklim lain yang
mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah suhu, angin, kelembaban dan sinar
matahari.
Setiap tanaman pasti memerlukan air
dalam siklus hidupnya, sedangkan hujan merupakan sumber air utama bagi tanaman.
Berubahnya pasokan air bagi tanaman yang disebabkan oleh berubahnya kondisi
hujan tentu saja akan mempengaruhi siklus pertumbuhan tanaman. Itu merupakan
contoh global pengaruh ikliim terhadap tanaman. Di indonesia sendiri akibat
dari perubahan iklim, yaitu timbulnya fenomena El Nino dan La Nina. Fenomena
perubahan iklim ini menyebabkan menurunnya produksi kelapa sawit. Tanaman
kelapa sawit bila tidak mendapatkan hujan dalam 3 bulan berturut-turut akan
menyebabkan terhambatnya proses pembungaan sehingga produksi kelapa sawit untuk
jangka 6 sampai 18 bulan kemudian menurun. Selain itu produksi padi juga
menurun akibat dari kekeringan yang berkepanjangan atau terendam banjir. Akan
tetapi pada saat fenomea La Nina produksi padi malah meningkat untuk masa tanam
musim ke dua.
Selain hujan, ternyata suhu juga bisa
menentukkan jenis-jenis tanaman yang
hidup di daerah-daerah tertentu. Misalnya
perbedaan tanaman yang tumbuh di daerah tropis, gurun dan kutub. Indonesia
merupakan daerah tropis, perbedaan suhu antara musim hujan dan musim kemarau
tidaklah seekstrim perbedaan suhu musim panas dan musim kemarau di daerah sub
tropis dan kutub. Oleh karena itu untuk daerah tropis, klasifikasi suhu lebih
di arahkan pada perbedaan suhu menurut ketinggian tempat. Perbedaan suhu akibat
dari ketinggian tempat (elevasi) berpengaruh pada pertumbuhan dan produksi
tanaman. Sebagai contoh, tanaman strowbery akan berproduksi baik pada
ketinggian di atas 1000 meter, karena pada ketinggian 1000 meter pebedaan suhu
antara siang dan malam sangat kontras dan keadaan seperti inilah yang
dibutuhkan oleh tanaman strowbery.
Secara umum iklim merupakan hasil
interaksi proses-proses fisik dan kimiafisik dimana parameter-parameternya
adalah seperti suhu, kelembaban, angin, dan pola curah hujan yang terjadi
pada suatu tempat di muka bumi. Iklim merupakan suatu kondisi rata-rata dari
cuaca, dan untuk mengetahui kondisi iklim suatu tempat, diperlukan nilai
rata-rata parameterparameternya selama kurang lebih 10 sampai 30 tahun. Iklim
muncul setelah berlangsung suatu proses fisik dan dinamis yang kompleks yang
terjadi di atmosfer bumi. Kompleksitas proses fisik dan dinamis di atmosfer
bumi ini berawal dari perputaran planet bumi mengelilingi matahari dan
perputaran bumi pada porosnya. Pergerakan planet bumi ini menyebabkan besarnya
energi matahari yang diterima oleh bumi tidak merata, sehingga secara alamiah
ada usaha pemerataan energi yang berbentuk suatu sistem peredaran udara, selain
itu matahari dalam memancarkan energi juga bervariasi atau berfluktuasi dari
waktu ke waktu. Perpaduan antara proses-proses tersebut dengan unsur-unsur
iklim dan faktor pengendali iklim menghantarkan kita pada kenyataan bahwa
kondisi cuaca dan iklim bervariasi dalam hal jumlah, intensitas dan
distribusinya.
Secara alamiah sinar matahari yang
masuk ke bumi, sebagian akan dipantulkan kembali oleh permukaan bumi ke
angkasa. Sebagian sinar matahari yang dipantulkan itu akan diserap oleh gas-gas
di atmosfer yang menyelimuti bumi –disebut gas rumah kaca, sehingga sinar
tersebut terperangkap dalam bumi. Peristiwa ini dikenal dengan efek rumah kaca
(ERK) karena peristiwanya sama dengan rumah kaca, dimana panas yang masuk akan
terperangkap di dalamnya, tidak dapat menembus ke luar kaca, sehingga dapat
menghangatkan seisi rumah kaca tersebut.
Peristiwa alam ini menyebabkan bumi
menjadi hangat dan layak ditempati manusia, karena jika tidak ada ERK maka suhu
permukaan bumi akan 33 derajat Celcius lebih dingin. Gas Rumah Kaca (GRK)
seperti CO2 (Karbon dioksida),CH4(Metan) dan N2O
(Nitrous Oksida), HFCs (Hydrofluorocarbons), PFCs (Perfluorocarbons) and SF6
(Sulphur hexafluoride) yang berada di atmosfer dihasilkan dari berbagai
kegiatan manusia terutama yang berhubungan dengan pembakaran bahan bakar fosil
(minyak, gas, dan batubara) seperti pada pembangkitan tenaga listrik, kendaraan
bermotor, AC, komputer, memasak. Selain itu GRK juga dihasilkan dari pembakaran
dan penggundulan hutan serta aktivitas pertanian dan peternakan. GRK yang
dihasilkan dari kegiatan tersebut, seperti karbondioksida, metana, dan
nitroksida, menyebabkan meningkatnya konsentrasi GRK di atmosfer.
Berubahnya komposisi GRK di atmosfer,
yaitu meningkatnya konsentrasi GRK secara global akibat kegiatan manusia
menyebabkan sinar matahari yang dipantulkan kembali oleh permukaan bumi ke
angkasa, sebagian besar terperangkap di dalam bumi akibat terhambat oleh GRK
tadi. Meningkatnya jumlah emisi GRK di atmosfer pada akhirnya menyebabkan
meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi, yang kemudian dikenal dengan
Pemanasan Global.
Sinar matahari yang tidak terserap
permukaan bumi akan dipantulkan kembali dari permukaan bumi ke angkasa. Setelah
dipantulkan kembali berubah menjadi gelombang panjang yang berupa energi panas.
Namun sebagian dari energi panas tersebut tidak dapat menembus kembali atau
lolos keluar ke angkasa, karena lapisan gas-gas atmosfer sudah terganggu
komposisinya. Akibatnya energi panas yang seharusnya lepas keangkasa
(stratosfer) menjadi terpancar kembali ke permukaan bumi (troposfer) atau
adanya energi panas tambahan kembali lagi ke bumi dalam kurun waktu yang cukup
lama, sehingga lebih dari dari kondisi normal, inilah efek rumah kaca berlebihan
karena komposisi lapisan gas rumah kaca di atmosfer terganggu, akibatnya memicu
naiknya suhu rata-rata dipermukaan bumi maka terjadilah pemanasan global.
Karena suhu adalah salah satu parameter dari iklim dengan begitu berpengaruh
pada iklim bumi, terjadilah perubahan iklim secara global.
Pemanasan global dan perubahan iklim
menyebabkan terjadinya kenaikan suhu, mencairnya es di kutub, meningkatnya
permukaan laut, bergesernya garis pantai, musim kemarau yang berkepanjangan,
periode musim hujan yang semakin singkat, namun semakin tinggi intensitasnya,
dan anomaly-anomali iklim seperti El Nino – La Nina dan Indian Ocean Dipole
(IOD). Hal-hal ini kemudian akan menyebabkan tenggelamnya beberapa pulau dan
berkurangnya luas daratan, pengungsian besar-besaran, gagal panen, krisis
pangan, banjir, wabah penyakit, dan lain-lainnya
BAB III
Penutup
Dari
kajian masalah dan pembahasan permasalahan di atas, penulis dapat menyimpulkan
bahwa permasalahan perubahan iklim perlu terus dikaji, karena menyebabkan pada
berbagai sektor, sektor pertanian, kesehatan, kehutanan dan lain sebagainya.
Sehingga perlu upaya sinergis dari pihak-pihak terkait serta peran serta
masyarakat dalam menjaga dan melestarikan lingkungan. Upaya sekecil apapun
sangat berarti bagi kelangsungan kehidupan manusia di dunia ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Status
of National Activities to Cope with Global Climate Change. 29 Juni 2005.
Aron JL, Patz
JA. 2001. Ecosystem Change and Public Health; A
Global Perspective. Johns Hopkins University Press.
Benyamin. L, 1994. Lama penyinaran akan berpengaruh terhadap aktivitas
makhluk hidup. http://agroklimatologi.blogspot.com/lama penyinaran dan
pengaruhnya. (diakses: 31 Oktober 2010).
Danial. C, 2008. Ancaman Hama Penyakit Padi dari Anomali Iklim.
www.kompasonline.com. (diakses: 31 Oktober 2010).
Glantz, M 1998. Current of Change: El-Nino impacts on
Elimate and Society. Cambridge Univ. Press.
Handoko. 1994. Klimatologi Dasar. Pustaka jaya, Bogor.
Handoko. A, 1994. Penerimaan Radiasi Surya Di Permukaan Bumi Sangat
Bervariasi Menurut Tempat Dan Waktu. Jakarta: Balai Pustaka.
Hidayati, Rini. Masalah Perubahan Iklim di Indonesia Beberapa Contoh
Kasus, 2001.
Lakitan Benyamin. 1994. Dasar-dasar Klimatologi. PT Rajagrafindo
persada.
Las, Irianto & Surmaini. 2000 “ Pengantar Agroklimat dan Beberapa
Pendekatannya” Balitbang Pertanian, Jakarta.
Makarim, dkk. 1999. “Efisiensi Input Produksi Tanaman Pangan melalui
Prescription Farming”. Simposium Tanaman pangan IV. Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor.
Mudiyarso,
Daniel. Protokol Kyoto. Implikasinya bagi Negara Berkambang. Jakarta:
Penerbit Buku Kompas, 2003.
Musofa. B,
2009. Pengaruh Iklim Pada Tanah. http://BalaiPenelitian
Tanah.com. (diakses: 31 Oktober 2010).
Pawitan, H 1998. Antisipasi bencana
banjir dan kekeringan serta upaya penanggulangan makalah dalam diskusi panel
PERAGI, Jakarta.
No comments:
Post a Comment